Translate

Kamis, 11 September 2014

TASAWUF AKHLAQI



 BAB II
TASAWUF AKHLAQI

A.     Pengertian Tasawuf Akhlaqi
            Kata tasawuf merupakan mashdar dari dasar kata Tasawwafa Yatasawwafu Tasawwufan dengan makna bulu yang banyak, dengan arti sebenarnya adalah menjadi sufi, yang cirri khas pakainnya selalu terbuat dari bulu domba (kain wol).
            Ada beberapa definisi tentang pengertian tasawuf yang dikemukakan oleh ahlinya, antara lain yaitu:
a.  Imam Al-Ghazali mengatakan, bahwa tasawuf ialah budi pekerti, barang siapa yang memberi bekal budi pekerti atasmu, berarti ia memberikan bekal atas dirimu.
b.  Syaikh Islam Zakaria Al-Anshari menyebutkan, tasawuf adalah ilmu yang menerangkan tentang penyucian jiwa, tentang cara pembinaan kesejahteraan lahir dan batin untuk mencapai kebahagian yang abdi.[1]
            Sedangkan akhlak yang menurut bahasa ialah budi pekerti, perangai, tingkah laku dan tabiat.
            Imam Al-Ghazali mengemukakan bahwa akhlak ialah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang dari padanya timbul perbuatan-parbuatan dengan mudah dan tidak perlu pertimbangan pemikiran.
            Beliau juga menyebutkan, tasawuf ialah suatu keadaan yang melekat pada jiwa manusia, yang dari padanya lahir perbuatan-perbuatan yang mudah. Jika keadaan tersebut melahirkan perbuatan yang terpuji dan baik menurut syariat Islam, maka disebut akhlak yang baik. Sebaliknya jika melahirkan perbuatan yang buruk maka disebut akhlak yang buruk.[2]
            Maka dapat disimpulkan bahwa taswuf akhlaqi adalah perbuatan serta tingkah laku yang baik yang tertanam dalam jiwa dengan tiada paksaan dan pemikiran terlebih dahulu sehingga dapat mencapai makrifat dan mahabbah kepada Allah SWT.


B.     Perkembangan Tasawuf akhlaqi
  1. Hasan Al-Bashri
            Nama lengkap beliau adalah Abu Said Al-Hasan Bin Yassar Al-Bashri (642 M-728 M). Beliau mendapatkan ajaran tasawuf dari Huzifah Bin Al-Yaman, sehingga ajaran itu mempengaruhi sikap dan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Maka beliau dikenal sebagai seorang sufi yang sangat dalam ilmunya lagi zahid, yakni kekosongan hati terhadap dunia.[3]
            Dalam mengamalkan zuhud, beliau berpendapat bahwa kita harus lebih dulu memperkuat tawakkal kepada Allah SWT. Ada beberapa hikmah yang dilontarkan kepada murid-muridnya, diantara lain ialah:
  1. Perasaan takut yang mengarah kepada perasaan tentram, lebih baik dari pada perasaan tentram yang menimbulkan perasaan takut.
b.       Tafakkur membawa kita kepada kebaikan yang akan dikerjakan. Menyesal atas kesalahan, berarti kita sadar dan akan meninggalkannya. Maka jagalah sesuatu yang menjadi tipaun bagimu.
c.       Orang yang beriman selalu berduka cita, karena ia hidup diantara dua ketakutan, yaitu takut atas dosa yang telah ia perbuat dan takut memikirkan dosa yang akan dia perbuat.
d.       Akhir kehidupan dunia merupakan awal khidupan di dalam kubur.
e.       Manusia harus sadar, bahwa kematian sedang menghadangnya.
f.         Waspadalah terhadap dunia ini dengan penuh kewaspadaan, karena dunia ini ibarat seekor ular yang licin dipegang, namun bisanya mematikan.

2.       Al-Ghazali
            Nama lengkap beliau adalah Abu Hamid Muhammad Bin Muhammad Al-Ghazali (1058 M-1111M). Beliau seorang filsuf, ahli hukum dan sufi. Beliau lahir dan meninggal di Thus, Persia.
            Pada masa mudanya, beliau menarik perhatian gurunya karena kecerdasan dan kesungguhan beliau dalam belajar. Beliau belajar di Naysabur pada Al-Juwaini, seorang Imam Haramain, dan Al-Ghazali di tunjuik sebagai guru hokum Islam pada Madrasah Nizamiyah di Baghdad yang didirikan oleh Gubernur Nizam Al-Mulk, yakni seorang negarawan dan tokoh pendidikan yang sekaligus sebagai pendiri madrasah.
            Beliau banyak menulis Karya Ilmiyah, diantara karya terbesarnya ialah:
-       Ihya ‘Ulumu Ad-Din ( Menghidupkan Kembali Ilmu-ilmu Agama)
-       Al-Munqit Min Al-Dhalalah ( Penyelamat dari Kesesatan)
-       Tahafut Al-Falasifah ( Sanggahan Terhadap pemikiran Kaum Filsuf)
-       Kimia As-Sa’adah ( Kimia kebahagiaan)
-       Ayyuha Al-Walad ( Wahai Anak Muda)
-       Miskat Al-Anwar ( Lentera Berbagai Cahaya)
            Al-Ghazali membawa suatu zaman  yang mengakhiri masa pertikaian dan sekaligus mengawali zaman baru. Jikalau wahyu yang diterima Rasullah ibarat lensa cekung, dalam artian menyatukan pengetahuan dari alam Tuhan ke alam semesta ini. Maka Al-Ghazali di ibaratkan sebagai lensa cembung, yakni menangkap berbagai sinar cahaya lalu menyatukannya kembali.[4]

3.       Al-Muhasibi
            Nama lengkap beliau ialah Abu Abdullah Al-Harits Bin Asad Al-Bashri Al-Muhasibi. Lahir di kota Bashrah pada tahun 165 H. Beliqau digelar Al-Muhasibi karena dikenal sebagai orang yang senag mengintropeksi diri sebelum terjerumus ke dalam perbuatan dosa.
            Mulanya beliau adalah tokoh Muktazilah dan membela ajaran rasionalisme Muktazilah, namun kemudian beliau meninggalkannya beralih ke dunia kesufian. Sebagai seorang guru  Junaid Al-Baghdadi, beliau juga seorang intelektual yang merupakan moyang imam Syazali. Beliau mempunyai banyak kelebihan, diantaranya yaitu:
-       Jasa beliau sangat dihargai oleh murid-muridnya.
-       Allah melindungi Al-Muhasibi dari makanan haram, karena urat dan jari-jarinya tidak berfungsi, begitu pula tenggerokannya tidak bisa menelan makanan yang tidak halal.
           

            Sedangkan pokok-pokok pemikiran yang beliau kembangkan adalah sebagai berikut:
a.       Manusia yang baik adalah akhiratnya tidak terpengaruh dengan dunianya.
b.       Sikap baik adalah menahan derita, belas kasihan, memperlambat tutur kata dan memperindah tingkah laku.
c.       Orang zalim selalu berada dalam kiamat walaupun dipuji orang, sedangkan orang yang di zalimi akan selamat meskipun dicela orang.
d.       Tawakkal adalah salah satu tingkatan ahwal bukan maqamat, sedangkan Ridha adalah salah satu akhir dari maqamat untuk kemudian memasuki ahwal.
            Al-muhasibi menulis Ar-Riayah Li Huquqillah, sebuah kitab sufi yang memuat masalah tasawuf. Beliau wafat di Baghdad pada Tahun 243 H.[5]

4.       Al-Qusyairi
            Nama lengkap beliau adalah Abdul Karim Bin Hawazin Bin Abdul Malik Bin Thalhah Bin Muhammad An-Naisaburi.
            Sebagai seorang tokoh sufi terkemuka yang sering tampil dimuka umum, beliau mendapat berbagai halangan dan rintangan dari pemerintah Dinasti Saljuk untuk dilarang tampil dimuka umum selama 15 Tahun, walaupun demikian, beliau tetap tegar dalam masalah ini tanpa mengeluh sedikitpun.
            Sebagai seorang sufi terkenal, beliau mempunyai pokok-pokok pemikiran, antara lain:
a.       Orang yang mengenal Allah, dan pengenalannya itu telah sampai kepada keyakinan yang kuat, maka pengenalannya disebut makrifat.
b.      Orang yang sudah sampai kepada derajat makrifat, maka setiap gerak dasar pembicaraannya harus didasari ilmu.
c.       Makrifat adalah sifat orang yang mengenal Allah melalui sifat dan asma-Nya dengan meninggalkan sifat yang tercela.



[1][1]  Drs. H. A. mustofa, Akhlak Tasawuf, (Bandung:Pustaka Setia, 1997), hlm.201
[2] M. Abdul Mujieb dkk, Ensiklopedia Tasawuf Imam Al-Ghazali, (Jakarta Selatan:Mizan Publika, 2009) hlm.38
[3] Abi Hamid Muhammad Bin Muhammad Al-Ghazali, Minhajul ‘Abidin Ila Jannati Rabbil ‘Alamin (Jeddah:Haramain), hlm.7.
[4] M. Abdul Mujieb dkk, Ensiklopedia Tasawuf Imam Al-Ghazali, (Jakarta Selatan:Mizan Publika, 2009) hlm.119
[5] Ibid,hlm.134

Tidak ada komentar:

AMALAN AGAR SELAMAT IMAN KETIKA SAKARATUL MAUT

🔔 FAEDAH🔔 فائدة عن سيدى عبد الوهاب الشعرانى نفعنا الله به أن من واظب على قراءة هذين البيتين فى كل يوم جمعة توفاه الله على الإسلام م...