PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sejarah pendidikan pada masa
Reformasi dimulai sejak berakhirnya masa Orde Baru yang dipimpim oleh
Soeharto. Lengsernya Soeharto dari kepresidenan pada tahun 1998 menjadi tonggak
dimulainya pendidikan islam pada masa reformasi.
Reformasi merupakan suatu perubahan
terhadap suatu sistem yang telah ada pada suatu masa. Menurut Arti kata dalam
bahasa indonesia adalah perubahan secara drastis untuk perbaikan (bidang
sosial, politik, atau agama) dalam suatu masyarakat atau negara. Di Indonesia,
kata Reformasi umumnya merujuk kepada gerakan mahasiswa pada tahun 1998 yang
menjatuhkan kekuasaan presiden Soeharto atau era setelah Orde Baru.[1]
Program peningkatan mutu pendidikan
yang ditargetkan oleh pemerintah Orde Baru akan mulai berlangsung pada Pelita
VII terpaksa gagal, krisis ekonomi yang berlangsung telah mengubah konstelasi
politik maupun ekonomi nasional. Secara politik, Orde Baru berakhir dan
digantikan oleh rezim yang menamakan diri sebagai “Reformasi Pembangunan” meskipun
demikian sebagian besar roh Orde Reformasi masih tetap berasal dari rezim Orde
Baru, tapi ada sedikit perubahan, berupa adanya kebebasan pers dan multi
partai.
Dalam bidang pendidikan kabinet
reformasi hanya melanjutkan program wajib belajar 9 tahun yang sudah dimulai
sejak tahun 1994 serta melakukan perbaikan sistem pendidikan agar lebih
demokratis. Tugas jangka pendek Kabinet Reformasi yang paling pokok adalah
bagaimana menjaga agar tingkat partisipasi pendidikan masyarakat tetap tinggi
dan tidak banyak yang mengalami putus sekolah.
B.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pengertian Kampus Religius
2. Bagaimana Budaya
Akademik
3. Apa saja Wujud dan
Pendekatan Aktualisasi Nilai-nilai Islam
4. Bagaimana Perguruan Tinggi Dalam Mewujudkan
Masyarakat Madani
5. Apa saja Langkah dalam
Mewujudkan Kampus Islami
C.
Tujuan
1. Untuk Mengetahui pengertian Kampus Religius
2. Untuk Mengetahui Budaya
Akademik
3. Untuk Mengetahui Apa saja Wujud dan Pendekatan Aktualisasi Nilai-nilai Islam
4. Untuk Mengetahui Bagaimana Perguruan
Tinggi Dalam Mewujudkan Masyarakat Madani
5. Untuk Mengetahui Apa saja Langkah dalam Mewujudkan Kampus
Islami
BAB II
MEWUJUDKAN KAMPUS RELIGIUS
A. Pengertian Kampus Religius
Kampus berasal dari bahasa latin “campus” yang berarti lapangan luas. Dalam pengertian modern,
kampus adalah sebuah kompleks atau daerah tertutup yang merupakan kumpulan
gedung-gedung Universitas atau Perguruan Tinggi.
Adapun kata religi berasal dari bahasa latin. Menurut satu
pendapat, demikian Harun Nasution Mengatakan, bahwa asal kata religi adalah relegere
yang mengandung arti mengumpulkan dan membaca. Pengerian demikian itu juga
sejalan dengan isi agama yang mengandung kumpulan cara-cara mengabdi pada tuhan yang
terkumpul dalam kitab suci yang harus di baca. Menurut pendapat lain, kata itu
berasal dari kata religare yang berarti mengikat. Ajaran-ajran agama memang mempunyai sifat
mengikat bagi manusia. Dalam agama selanjutnya terdapat pula dari ikatan roh
manusia dengan tuhan, dan agama lebih lanjut lagi memang mengikat manusia
dengan tuhan.
Dari beberapa definisi tersebut,
akhirnya Harun Nasution menyimpulkan bahwa intisari yang terkandung istilah-istilah diatas ialah ikatan. Agama
memang mengandung arti ikatan yang harus dipegang dan dipatui manusia. Ikatan
ini mempunyai pengaruh besar sekali terhadap kehidupan manusia sehari-hari. Ikatan itu berasal dari suatu
kekuatan yang lebih tinggi dari manusia. Satu kekuatan ghoib yang tidak dapat
oleh panca indra. [2]
Maka dapat kita simpulkan, bahwa kampus religious adalah
kampus yang bernuansa Islami yang berarti kampus yang menerapkan nilai-nilai
Islami, baik dalam segi muatan pendidikan, perilaku insane kampus maupun
lingkungan.
B. Budaya
Akademik
Budaya akademik dalam pandangan Islam adalah suatu tradisi
atau
kebiasaan yang berkembang dalam dunia Islam menyangkut persoalan keilmuan. Atau dalam bahasa yang lebih sederhana adalah tradisi ilmiah yang dikembangkan Islam.
kebiasaan yang berkembang dalam dunia Islam menyangkut persoalan keilmuan. Atau dalam bahasa yang lebih sederhana adalah tradisi ilmiah yang dikembangkan Islam.
Di antara poin-poin pentingnya adalah pertama, tentang
penghargaan Al-quran terhadap orang-orang yang berilmu, di antaranya adalah:
- Wahyu
Al-quran yang turun pada masa awal mendorong manusia untuk memperoleh ilmu
pengetahuan.
- Tugas
Manusia sebagai khalifah Allah di Bumi akan sukses kalau memiliki ilmu
pengetahuan.
- Muslim
yang baik tidak pernah berhenti untuk menambah ilmu.
- Orang
yang berilmu akan dimuliakan oleh Allah SWT.
Di samping memberikan apresiasi terhadap orang yang berilmu
poin penting lain yang dijelaskan Al-Qura’n adalah bahwa:
- Iman
seorang muslim tidak akan kokoh kalau tidak ditopang dengan ilmu, demikian
juga dengan amal shalih.
- Tugas kekhalifahan manusia tidak akan dapat sukses
kalau tidak dilandasi dengan ilmu.
Karakter seorang muslim yang berbudaya
akademik adalah; orang yang selalu mengingat Allah yang disertai dengan ikhtiar
untuk selalu menggunakan akalnya untuk memikirkan ciptaan Allah SWT. Serta
selalu berusaha menambah ilmu dengan membuka diri terhadap setiap informasi
yang baik dan kemudian memilih yang terbaik untuk dijadikan pegangan dan
diikutinya.
Budaya akademik sebagai sub system
perguruan tinggi memegang peranan penting dalam upaya membangun dan menegmbangkan kebudayaan dan
peradaban masyarakat (civil society) dan bangsa secara keseluruhan.Budaya
akademik sebenarnya merupakan budaya universal. Artinya, dimiliki oleh setiap orang yang melibatkan dirinya
dalam aktivitas akademik. Mebangun budaya akademik Perguruan Tinggi merupakan
pekerjaan yang tidak mudah, karena ini menyangkut mental para civitas akademik
yang terlibat didalamnya.Terciptanya budaya akademiknberarti terciptanya budaya
pelajar secara konsisten,sistematis, dan berkesinambungan dalam kehidupan
civitas akademika, baik ketika di dalam kampus seperti kuliah tatap muka
di kelas, praktek di lab, membaca di perpustakaan, dan stadium general.
Sedangkan di luar kampus seperti seminar, diskusi, penelitian dan pengabdian
masyarakat.[3]
Islam memberikan spirit yang begitu tinggi terhadap terciptanya
budaya akademik. Misalnya pada QS. An Nissa ayat 162,Allah SWT Berfirman :
162. Tetapi orang-orang yang
mendalam ilmunya di antara mereka dan orang-orang mumin, mereka beriman kepada
apa yang telah diturunkan kepadamu (Al-Quran), dan apa yang telah diturunkan
sebelummu dan orang-orang yang mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan yang
beriman kepada Allah dan hari kemudian. Orang-orang itulah yang akan Kami
berikan kepada mereka pahala yang besar.
Secara lebih mendalam, fungsi budaya akademik akan tercermin
dalam fungsi-fungsi
belajar yaitu:
- Fungsi
fikriyah memperdalam kemampuan berpikir analistis, kritis, sistematis;
memperluas kreatifitas bagi dosen dan mahasiswa sesuai dengan kemajuan
jaman.
- Fungsi
ruhiyah, mempertajam intuisi, hati serta mental dosen dan mahasiswa agar
lebih peka, lebih inovatif dalam menyelesaikan segala permasalahan di
kampus maupun di masyarakat.
- Fungsi
jasadiyah, meningkatkan
keaktifan dan keefektifan dosen dan mahasiswa dalam menuntut ilmu,
mengembangkan dan menerapkan ilmu
Pemilikan budaya akademik ini
seharusnya menjadi idola semua insan akademisi perguruaan tinggi, yakni dosen
dan mahasiswa. Derajat akademik tertinggi bagi seorang dosen adalah dicapainya
kemampuan akademik pada tingkat guru besar (profesor). Sedangkan bagi mahasiswa
adalah apabila ia mampu mencapai prestasi akademik yang setinggi-tingginya.
Khusus bagi mahasiswa, faktor-faktor
yang dapat menghasilkan prestasi akademik tersebut ialah terprogramnya kegiatan
belajar, kiat untuk berburu referensi actual dan mutakhir, diskusi substansial
akademik, san dibarengi dengan prestasi ibadah dan ketundukan kepada Allah SWT,
karena itu merupakan cirri seorang ilmuwan Allah berfirman di dalam Al Qur’an :
Dan demikian (pula) diantara manusia, binatang-binatang melata
dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya).
Sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama.
Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.(QS.Faathir:28)
Dengan melakukan aktivitas seperti itu diharapkan dapat
dikembangkan budaya mutu (quality culture) yang secara bertahap dapat menjadi
kebiasaan dalam perilaku tenaga akademik dan mahasiswa dalam proses pendidikan
di perguruaan tinggi dan dibarengi dengan sikap religius yang baik.
C.
Wujud dan Pendekatan Aktualisasi
Nilai-nilai Islam
Tiga wujud dalam mengaktualisasi
nilai-nilai Islam dalam kehidupan kampus:
1.
Aspek Fisik
Aktualisasi nilai-nilai Islam diwujudkan dalam bentuk ibadah
(mushalla/masjid), perpustakaan, tulisan (spanduk, dan peraturan).
2.
Aspek kegiatan
Berupa perkuliahan, seminar, kajian, dan lain-lain.
3.
Sikap dan perilaku
Diwujudkan dalam bentuk budaya salam, sapaa, silaturahim dan
penampilan.
Muhadjir Effendi menawarkan dua pendekatan untuk mewujudkan
sebuah kampus yang bercitrakan agama, yaitu:
1. Pendekatan formal
Pendekatan
dalam bentuk kegiatan kurikuler (kegiatan pengajaran secara tatap muka di
kelas).
2. Pendekatan Non Formal
Pendekatan
dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler.
Perguruan Tinggi Umum sepertinya akan mengalami benturan
struktural dan institusional ketika hendak mewujudkan sebuah kampus religius.
Sebab dalam muatan kurikulumnya, masih adanya dualisme antara ilmu agama dan
ilmu “sekuler”, antara mata kuliah agama dan mata kuliah umum.
Beberapa metode untuk mengatasi dualisme:
1.
Memasukkan mata kuliah keislaman sebagai bagian kurikulum
yang ada.
2.
Menawarkan beberapa mata kuliah pilihan dalam bidang studi
Islam, setelah mahasiswa menempuh mata kuliah PAI tingkat dasar pada awal
semester, pada semester berikutnya diharusnya memilih studi Islam secara bebas,
seperti tafsir dan fiqh.
3.
Diajarkannya mata kuliah filsafat ilmu untuk memberikan
latar belakang filosofis mengenai mata kuliah umum yang diajarkan.[4]
D. Perguruan
Tinggi Dalam Mewujudkan Masyarakat Madani
Dalam rangka
mewujudkan masyarakat madani
dalam tatanan peran, peluang, dan tantangan yang akan civitas akademika dari
Perguruan Tinggi diperlukan proses yang tidak mudah. Oleh karena itu,
diperlukan beberapa upaya yang harus dilakukan diantaranya dengan memberikan
penyadaran dan pendidikan politik yang optimal kepada setiap penyelenggara
negara maupun warga negara. Selain itu, juga perlu diperhatikan kendala yang
dihadapi bangsa Indonesia dan upaya mengatasi kendala-kendala tersebut.
Menurut Riswandi Immawan, perguruan tinggi memiliki tiga
peranan dalam mewujudkan masyarakat madani. Pertama, pemihakan yang tegas pada
prinsip egalitarianisme yang menjadi dasar kehidupan politik yang demokratis,
kedua membangun mengembangkan dan mempublikasikan informasi secara objektif dan
tidak manipulatif. Ketiga melakukan tekanan terhadap ketidakadilan dengan cara
santun dan saling menghormati.Partai politik merupakan wahana bagi warga Negara
untuk dapat menyalurkan asipirasi politiknya dan tempat ekspresi politik warga
Negara, maka partai politik ini menjadi persyaratan bagi tegaknya masyrakat
madani.
Bila kita telusuri sejarah tentang cita-cita terbentuknya
masyarakat madani, banyak kalangan yang akan mengatakan bahwa cita-cita
tersebut hanyalah “penggembira” dari ketidak-mampuan manusia keluar dari
persoalan manusia itu sendiri (dalam konteks berbangsa dan bernegara).
Sejarah orde baru mengatakan bahwa rakyat Indonesia
terbatasi dalam lingkup dunia politik, sehingga penguasa saat itu dapat
melakukan segala apa yang ia kehendaki. Sehinga yang tercipta adalah terjadinya
pendikotomian antara pemerintah (penyelenggara negara) dengan rakyat.
Arena masyarakat madani/sipil adalah arena demokratis,
karena pola pikir dan idealismenya bersumber dari kebutuhan rakyat.[5] Kemudian timbul sebuah pertanyaan,
benarkah masyarakat madani dapat tercipta? Kami mengatakan dengan tegas “BISA”.
Keinginan kuat rakyat untuk meluruskan arah yang telah “dibelokan” oleh
penyelenggara negara adalah modal utama. Mereka yang mengatakan bahwa
masyarakat madani tidak mungkin tercapai adalah bagian dari penguasa orde baru.[6]
E.
Langkah dalam Mewujudkan Kampus Islami
Diantara
sekian banyak langkah-langkah dalam mewujudkan kampus yang bernuansa Islami
ialah dengan kegiatan kurikuler. Kegiatan ini bisa kita contohkan dari beberepa
kampus terkemuka di Negara-negara lain yang menerapkan nilai-nilai Islami,
seperti Universitas Al-Azhar Kairo Mesir, Universitas Islam Madinah dan
International Islamic University Malaysia (IIUM), yang menjadikan penghafalan
ayat Al-Qur’an sebagai persyaratan untuk masuk ke universitas tersebut dan lain
sebagainya.
Kegiatan tersebut hanyalah untuk
kampus yang sudah diminati oleh orang banyak. Maka untuk sebuah kampus yang
kurang diminati agar terciptanya kampus yang religious maka patutnya kita
mencontohkan beberapa kampus yang ada di Negara kita sendiri, seperti kampus
yang ada di Medan dalam mewujudkan kampus yang religious dengan menjadikan
kampus yang terbebas dari asap rokok, membudidayakan salam saat berjumpa dan
lain sebagainya.[7]
Ataupun
kampus yang kurang diminati tersebut bisa juga menjadikan sebuah kampus yang
religious dengan kegiatan ekstrakulikuler, kegiatan ini sangat banyak,
diantaranya:
a) Melakukan pengajian rutin dalam seminggu sekali.
b) Memakai busana Islami.
c) Memeriahkan hari besar Islam, seperti mauled,
peringatan tahun baru Islam dan lain sebagainya.
d) Membudidayakan shalat berjamaah.
e) Dan lain sebagainya.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kampus religious adalah kampus yang
bernuansa Islami yang berarti kampus yang menerapkan nilai-nilai Islami, baik
dalam segi muatan pendidikan, perilaku insane kampus maupun lingkungan.
Ada tiga wujud dalam mengaktualisasi nilai-nilai Islam dalam
kehidupan kampus:
1. Aspek Fisik
2. Aspek kegiatan
3. Sikap dan perilaku
Menurut Riswandi Immawan, perguruan tinggi memiliki tiga
peranan dalam mewujudkan masyarakat madani. Pertama, pemihakan yang tegas pada
prinsip egalitarianisme yang menjadi dasar kehidupan politik yang demokratis,
kedua membangun mengembangkan dan mempublikasikan informasi secara objektif dan
tidak manipulatif. Ketiga melakukan tekanan terhadap ketidakadilan dengan cara
santun dan saling menghormati.Partai politik merupakan wahana bagi warga Negara
untuk dapat menyalurkan asipirasi politiknya dan tempat ekspresi politik warga
Negara, maka partai politik ini menjadi persyaratan bagi tegaknya masyrakat
madani.
Perguruan Tinggi Umum sepertinya akan mengalami benturan
struktural dan institusional ketika hendak mewujudkan sebuah kampus religius.
Sebab dalam muatan kurikulumnya, masih adanya dualisme antara ilmu agama dan
ilmu “sekuler”, antara mata kuliah agama dan mata kuliah umum
B.
Saran
Dalam
penulisan makalah ini masih sangat banyak terdapat kesalahan, baik berupa
penyusunan kalimat, bahasa bahkan tulisan. Maka karena demikian, penulis sangat
mengharapkan kritikan yang bersifat membangun dari para pembaca, guna untuk
kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, Jakarta: PT Grafindo Persada, 2010
Abu
Ahmadi, Pendidikan dari masa ke masa, Bandung: Armico, 1987
Fahri Hamzah, Negara, Pasar, dan Rakyat Pencarian Makna, Relevansi, dan Tujuan,
Jakarta: Yayasan Faham Indonesia
Arahan
Bapak Nazaruddin Abdullah, Sejarah
Pendidikan Islam di Indonesia, Kampus Institut Agama Islam Almuslim Aceh,
24 Mei 2014