Translate

Senin, 15 September 2014

MEWUJUDKAN KAMPUS RELIGIUS

PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Sejarah pendidikan pada masa Reformasi dimulai sejak berakhirnya masa Orde Baru yang dipimpim oleh Soeharto. Lengsernya Soeharto dari kepresidenan pada tahun 1998 menjadi tonggak dimulainya pendidikan islam pada masa reformasi.
Reformasi merupakan suatu perubahan terhadap suatu sistem yang telah ada pada suatu masa. Menurut Arti kata dalam bahasa indonesia adalah perubahan secara drastis untuk perbaikan (bidang sosial, politik, atau agama) dalam suatu masyarakat atau negara. Di Indonesia, kata Reformasi umumnya merujuk kepada gerakan mahasiswa pada tahun 1998 yang menjatuhkan kekuasaan presiden Soeharto  atau era setelah Orde Baru.[1]
Program peningkatan mutu pendidikan yang ditargetkan oleh pemerintah Orde Baru akan mulai berlangsung pada Pelita VII terpaksa gagal, krisis ekonomi yang berlangsung telah mengubah konstelasi politik maupun ekonomi nasional. Secara politik, Orde Baru berakhir dan digantikan oleh rezim yang menamakan diri sebagai “Reformasi Pembangunan” meskipun demikian sebagian besar roh Orde Reformasi masih tetap berasal dari rezim Orde Baru, tapi ada sedikit perubahan, berupa adanya kebebasan pers dan multi partai.
Dalam bidang pendidikan kabinet reformasi hanya melanjutkan program wajib belajar 9 tahun yang sudah dimulai sejak tahun 1994 serta melakukan perbaikan sistem pendidikan agar lebih demokratis. Tugas jangka pendek Kabinet Reformasi yang paling pokok adalah bagaimana menjaga agar tingkat partisipasi pendidikan masyarakat tetap tinggi dan tidak banyak yang mengalami putus sekolah.



B.      Rumusan Masalah
1.     Bagaimana Pengertian Kampus Religius
2.     Bagaimana Budaya Akademik
3.     Apa saja Wujud dan Pendekatan Aktualisasi Nilai-nilai Islam
4.     Bagaimana Perguruan Tinggi Dalam Mewujudkan Masyarakat Madani
5.     Apa saja Langkah dalam Mewujudkan Kampus Islami

C.      Tujuan
1.     Untuk Mengetahui pengertian Kampus Religius
2.     Untuk Mengetahui Budaya Akademik
3.     Untuk Mengetahui Apa saja Wujud dan Pendekatan Aktualisasi Nilai-nilai Islam
4.     Untuk Mengetahui Bagaimana Perguruan Tinggi Dalam Mewujudkan Masyarakat Madani
5.     Untuk Mengetahui Apa saja Langkah dalam Mewujudkan Kampus Islami



BAB II
MEWUJUDKAN KAMPUS RELIGIUS
A.      Pengertian Kampus Religius
            Kampus berasal dari bahasa latin “campus” yang berarti lapangan luas. Dalam pengertian modern, kampus adalah sebuah kompleks atau daerah tertutup yang merupakan kumpulan gedung-gedung Universitas atau Perguruan Tinggi.
            Adapun kata religi berasal dari bahasa latin. Menurut satu pendapat, demikian Harun Nasution Mengatakan, bahwa asal kata religi adalah relegere yang mengandung arti mengumpulkan dan membaca. Pengerian demikian itu juga sejalan dengan isi agama yang mengandung kumpulan cara-cara mengabdi pada tuhan yang terkumpul dalam kitab suci yang harus di baca. Menurut pendapat lain, kata itu berasal dari kata religare yang berarti mengikat. Ajaran-ajran agama memang mempunyai sifat mengikat bagi manusia. Dalam agama selanjutnya terdapat pula dari ikatan roh manusia dengan tuhan, dan agama lebih lanjut lagi memang mengikat manusia dengan tuhan.
Dari beberapa definisi tersebut, akhirnya Harun Nasution menyimpulkan bahwa intisari yang terkandung istilah-istilah diatas ialah ikatan. Agama memang mengandung arti ikatan yang harus dipegang dan dipatui manusia. Ikatan ini mempunyai pengaruh besar sekali terhadap kehidupan manusia sehari-hari. Ikatan itu berasal dari suatu kekuatan yang lebih tinggi dari manusia. Satu kekuatan ghoib yang tidak dapat oleh panca indra. [2]
Maka dapat kita simpulkan, bahwa kampus religious adalah kampus yang bernuansa Islami yang berarti kampus yang menerapkan nilai-nilai Islami, baik dalam segi muatan pendidikan, perilaku insane kampus maupun lingkungan.

B.      Budaya Akademik
Budaya akademik dalam pandangan Islam adalah suatu tradisi atau
kebiasaan yang berkembang dalam dunia Islam menyangkut persoalan keilmuan. Atau dalam bahasa yang lebih sederhana adalah tradisi ilmiah yang dikembangkan Islam.
Di antara poin-poin pentingnya adalah pertama, tentang penghargaan Al-quran terhadap orang-orang yang berilmu, di antaranya adalah:
  1. Wahyu Al-quran yang turun pada masa awal mendorong manusia untuk memperoleh ilmu pengetahuan.
  2. Tugas Manusia sebagai khalifah Allah di Bumi akan sukses kalau memiliki ilmu pengetahuan.
  3. Muslim yang baik tidak pernah berhenti untuk menambah ilmu.
  4. Orang yang berilmu akan dimuliakan oleh Allah SWT.
Di samping memberikan apresiasi terhadap orang yang berilmu poin penting lain yang dijelaskan Al-Quran adalah bahwa:
  1. Iman seorang muslim tidak akan kokoh kalau tidak ditopang dengan ilmu, demikian juga dengan amal shalih.
  2. Tugas kekhalifahan manusia tidak akan dapat sukses kalau tidak dilandasi dengan ilmu.
Karakter seorang muslim yang berbudaya akademik adalah; orang yang selalu mengingat Allah yang disertai dengan ikhtiar untuk selalu menggunakan akalnya untuk memikirkan ciptaan Allah SWT. Serta selalu berusaha menambah ilmu dengan membuka diri terhadap setiap informasi yang baik dan kemudian memilih yang terbaik untuk dijadikan pegangan dan diikutinya.
Budaya akademik sebagai sub system perguruan tinggi memegang peranan penting dalam upaya membangun dan menegmbangkan kebudayaan dan peradaban masyarakat (civil society) dan bangsa secara keseluruhan.Budaya akademik sebenarnya merupakan budaya universal. Artinya, dimiliki oleh setiap orang yang melibatkan dirinya dalam aktivitas akademik. Mebangun budaya akademik Perguruan Tinggi merupakan pekerjaan yang tidak mudah, karena ini menyangkut mental para civitas akademik yang terlibat didalamnya.Terciptanya budaya akademiknberarti terciptanya budaya pelajar secara konsisten,sistematis, dan berkesinambungan dalam kehidupan civitas akademika, baik ketika di dalam kampus seperti  kuliah tatap muka di kelas, praktek di lab, membaca di perpustakaan, dan stadium general. Sedangkan di luar kampus seperti seminar, diskusi, penelitian dan pengabdian masyarakat.[3]
Islam memberikan spirit yang begitu tinggi terhadap terciptanya budaya akademik. Misalnya pada QS. An Nissa ayat 162,Allah SWT Berfirman :
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjJ11CBgZFhoQ_AnkT4xPJLpkqyTQOIg3OW-sJNtWQxTtJdAr0GkYaJLeqfjVzw6BmjoHF8hQWXHi6OTUs85b0nGyvjbNDyUeZjQCUjIdlx0zhB0jL0hzupQqzKHGtRsQ5gJAo1PuYQknR6/s400/2.jpg
162.  Tetapi orang-orang yang mendalam ilmunya di antara mereka dan orang-orang mumin, mereka beriman kepada apa yang telah diturunkan kepadamu (Al-Quran), dan apa yang telah diturunkan sebelummu dan orang-orang yang mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan yang beriman kepada Allah dan hari kemudian. Orang-orang itulah yang akan Kami berikan kepada mereka pahala yang besar.

Secara lebih mendalam, fungsi budaya akademik akan tercermin dalam fungsi-fungsi belajar yaitu:
  1. Fungsi fikriyah memperdalam kemampuan berpikir analistis, kritis, sistematis; memperluas kreatifitas bagi dosen dan mahasiswa sesuai dengan kemajuan jaman.
  2. Fungsi ruhiyah, mempertajam intuisi, hati serta mental dosen dan mahasiswa agar lebih peka, lebih inovatif dalam menyelesaikan segala permasalahan di kampus maupun di masyarakat.
  3. Fungsi jasadiyah, meningkatkan keaktifan dan keefektifan dosen dan mahasiswa dalam menuntut ilmu, mengembangkan dan menerapkan ilmu
Pemilikan budaya akademik ini seharusnya menjadi idola semua insan akademisi perguruaan tinggi, yakni dosen dan mahasiswa. Derajat akademik tertinggi bagi seorang dosen adalah dicapainya kemampuan akademik pada tingkat guru besar (profesor). Sedangkan bagi mahasiswa adalah apabila ia mampu mencapai prestasi akademik yang setinggi-tingginya.
Khusus bagi mahasiswa, faktor-faktor yang dapat menghasilkan prestasi akademik tersebut ialah terprogramnya kegiatan belajar, kiat untuk berburu referensi actual dan mutakhir, diskusi substansial akademik, san dibarengi dengan prestasi ibadah dan ketundukan kepada Allah SWT, karena itu merupakan cirri seorang ilmuwan Allah berfirman di dalam Al Qur’an :
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEivEA6rB6Id4n8hXe47tsvWuFEfHj2r26C6xjAkAJFW0UKSrEGMp6ZlgEm4HvikRqXhSuYWsH-_hmFlsM7VTkhGZrA-NTtr8cAU33f1TKmVnApIuJUrtLuBlLTGHjtoV4we67uHUsgTpagx/s400/3.jpg
Dan demikian (pula) diantara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.(QS.Faathir:28)

Dengan melakukan aktivitas seperti itu diharapkan dapat dikembangkan budaya mutu (quality culture) yang secara bertahap dapat menjadi kebiasaan dalam perilaku tenaga akademik dan mahasiswa dalam proses pendidikan di perguruaan tinggi dan dibarengi dengan sikap religius yang baik.

C.      Wujud dan Pendekatan Aktualisasi Nilai-nilai Islam
            Tiga wujud dalam mengaktualisasi nilai-nilai Islam dalam kehidupan kampus:
1.     Aspek Fisik
Aktualisasi nilai-nilai Islam diwujudkan dalam bentuk ibadah (mushalla/masjid), perpustakaan, tulisan (spanduk, dan peraturan).
2.     Aspek kegiatan
Berupa perkuliahan, seminar, kajian, dan lain-lain.
3.     Sikap dan perilaku
Diwujudkan dalam bentuk budaya salam, sapaa, silaturahim dan penampilan.
Muhadjir Effendi menawarkan dua pendekatan untuk mewujudkan sebuah kampus yang bercitrakan agama, yaitu:
1. Pendekatan formal
Pendekatan dalam bentuk kegiatan kurikuler (kegiatan pengajaran secara tatap muka di kelas).
2. Pendekatan Non Formal
Pendekatan dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler.
            Perguruan Tinggi Umum sepertinya akan mengalami benturan struktural dan institusional ketika hendak mewujudkan sebuah kampus religius. Sebab dalam muatan kurikulumnya, masih adanya dualisme antara ilmu agama dan ilmu “sekuler”, antara mata kuliah agama dan mata kuliah umum.
Beberapa metode untuk mengatasi dualisme:
1.     Memasukkan mata kuliah keislaman sebagai bagian kurikulum yang ada.
2.     Menawarkan beberapa mata kuliah pilihan dalam bidang studi Islam, setelah mahasiswa menempuh mata kuliah PAI tingkat dasar pada awal semester, pada semester berikutnya diharusnya memilih studi Islam secara bebas, seperti tafsir dan fiqh.
3.     Diajarkannya mata kuliah filsafat ilmu untuk memberikan latar belakang filosofis mengenai mata kuliah umum yang diajarkan.[4]

D.      Perguruan Tinggi Dalam Mewujudkan Masyarakat Madani
            Dalam rangka mewujudkan masyarakat madani dalam tatanan peran, peluang, dan tantangan yang akan civitas akademika dari Perguruan Tinggi diperlukan proses yang tidak mudah. Oleh karena itu, diperlukan beberapa upaya yang harus dilakukan diantaranya dengan memberikan penyadaran dan pendidikan politik yang optimal kepada setiap penyelenggara negara maupun warga negara. Selain itu, juga perlu diperhatikan kendala yang dihadapi bangsa Indonesia dan upaya mengatasi kendala-kendala tersebut.
Menurut Riswandi Immawan, perguruan tinggi memiliki tiga peranan dalam mewujudkan masyarakat madani. Pertama, pemihakan yang tegas pada prinsip egalitarianisme yang menjadi dasar kehidupan politik yang demokratis, kedua membangun mengembangkan dan mempublikasikan informasi secara objektif dan tidak manipulatif. Ketiga melakukan tekanan terhadap ketidakadilan dengan cara santun dan saling menghormati.Partai politik merupakan wahana bagi warga Negara untuk dapat menyalurkan asipirasi politiknya dan tempat ekspresi politik warga Negara, maka partai politik ini menjadi persyaratan bagi tegaknya masyrakat madani.
Bila kita telusuri sejarah tentang cita-cita terbentuknya masyarakat madani, banyak kalangan yang akan mengatakan bahwa cita-cita tersebut hanyalah “penggembira” dari ketidak-mampuan manusia keluar dari persoalan manusia itu sendiri (dalam konteks berbangsa dan bernegara).
Sejarah orde baru mengatakan bahwa rakyat Indonesia terbatasi dalam lingkup dunia politik, sehingga penguasa saat itu dapat melakukan segala apa yang ia kehendaki. Sehinga yang tercipta adalah terjadinya pendikotomian antara pemerintah (penyelenggara negara) dengan rakyat.
Arena masyarakat madani/sipil adalah arena demokratis, karena pola pikir dan idealismenya bersumber dari kebutuhan rakyat.[5] Kemudian timbul sebuah pertanyaan, benarkah masyarakat madani dapat tercipta? Kami mengatakan dengan tegas “BISA”. Keinginan kuat rakyat untuk meluruskan arah yang telah “dibelokan” oleh penyelenggara negara adalah modal utama. Mereka yang mengatakan bahwa masyarakat madani tidak mungkin tercapai adalah bagian dari penguasa orde baru.[6]

E.      Langkah dalam Mewujudkan Kampus Islami
            Diantara sekian banyak langkah-langkah dalam mewujudkan kampus yang bernuansa Islami ialah dengan kegiatan kurikuler. Kegiatan ini bisa kita contohkan dari beberepa kampus terkemuka di Negara-negara lain yang menerapkan nilai-nilai Islami, seperti Universitas Al-Azhar Kairo Mesir, Universitas Islam Madinah dan International Islamic University Malaysia (IIUM), yang menjadikan penghafalan ayat Al-Qur’an sebagai persyaratan untuk masuk ke universitas tersebut dan lain sebagainya.
            Kegiatan tersebut hanyalah untuk kampus yang sudah diminati oleh orang banyak. Maka untuk sebuah kampus yang kurang diminati agar terciptanya kampus yang religious maka patutnya kita mencontohkan beberapa kampus yang ada di Negara kita sendiri, seperti kampus yang ada di Medan dalam mewujudkan kampus yang religious dengan menjadikan kampus yang terbebas dari asap rokok, membudidayakan salam saat berjumpa dan lain sebagainya.[7]
            Ataupun kampus yang kurang diminati tersebut bisa juga menjadikan sebuah kampus yang religious dengan kegiatan ekstrakulikuler, kegiatan ini sangat banyak, diantaranya:
a)     Melakukan pengajian rutin dalam seminggu sekali.
b)     Memakai busana Islami.
c)     Memeriahkan hari besar Islam, seperti mauled, peringatan tahun baru Islam dan lain sebagainya.
d)     Membudidayakan shalat berjamaah.
e)     Dan lain sebagainya.



BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpulan
            Kampus religious adalah kampus yang bernuansa Islami yang berarti kampus yang menerapkan nilai-nilai Islami, baik dalam segi muatan pendidikan, perilaku insane kampus maupun lingkungan.
            Ada tiga wujud dalam mengaktualisasi nilai-nilai Islam dalam kehidupan kampus:
1.      Aspek Fisik
2.      Aspek kegiatan
3.      Sikap dan perilaku
Menurut Riswandi Immawan, perguruan tinggi memiliki tiga peranan dalam mewujudkan masyarakat madani. Pertama, pemihakan yang tegas pada prinsip egalitarianisme yang menjadi dasar kehidupan politik yang demokratis, kedua membangun mengembangkan dan mempublikasikan informasi secara objektif dan tidak manipulatif. Ketiga melakukan tekanan terhadap ketidakadilan dengan cara santun dan saling menghormati.Partai politik merupakan wahana bagi warga Negara untuk dapat menyalurkan asipirasi politiknya dan tempat ekspresi politik warga Negara, maka partai politik ini menjadi persyaratan bagi tegaknya masyrakat madani.
Perguruan Tinggi Umum sepertinya akan mengalami benturan struktural dan institusional ketika hendak mewujudkan sebuah kampus religius. Sebab dalam muatan kurikulumnya, masih adanya dualisme antara ilmu agama dan ilmu “sekuler”, antara mata kuliah agama dan mata kuliah umum

B.      Saran
            Dalam penulisan makalah ini masih sangat banyak terdapat kesalahan, baik berupa penyusunan kalimat, bahasa bahkan tulisan. Maka karena demikian, penulis sangat mengharapkan kritikan yang bersifat membangun dari para pembaca, guna untuk kesempurnaan makalah ini.


DAFTAR PUSTAKA


Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, Jakarta: PT Grafindo Persada, 2010


Abu Ahmadi, Pendidikan dari masa ke masa, Bandung: Armico, 1987

Fahri Hamzah, Negara, Pasar, dan Rakyat Pencarian Makna, Relevansi, dan Tujuan, Jakarta: Yayasan Faham Indonesia

Arahan Bapak Nazaruddin Abdullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Kampus Institut Agama Islam Almuslim Aceh, 24 Mei 2014



[1]  http://definisi-pengertian.blogspot.com/2010/12/pengertian-reformasi.html
[2]  Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: PT Grafindo Persada, 2010). Hal 23
[3] http://klinikbk.blogspot.com/2012/05/v-behaviorurldefaultvmlo.html
[4] Abu Ahmadi, Pendidikan dari masa ke masa, (Bandung: Armico, 1987). Hal, 55
[5] Fahri Hamzah, Negara, Pasar, dan Rakyat Pencarian Makna, Relevansi, dan Tujuan, (Jakarta: Yayasan Faham Indonesia, 2011), hlm. 574-575.
[6]  Ibid,,
[7]  Arahan Bapak Nazaruddin Abdullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Kampus Institut Agama Islam Almuslim Aceh: 24 Mei 2014) Pukul 15:23

AMALAN AGAR SELAMAT IMAN KETIKA SAKARATUL MAUT

🔔 FAEDAH🔔 فائدة عن سيدى عبد الوهاب الشعرانى نفعنا الله به أن من واظب على قراءة هذين البيتين فى كل يوم جمعة توفاه الله على الإسلام م...