Translate

Senin, 22 September 2014

PERTUMBUHAN MADRASAH DI MASA AWAL

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
            Islam pada hakikatnya menghendaki umatnya untuk memiliki perhatian yang besar (concern) terhadap ilmu pengetahuan. Hal ini ditunjukkan ketika kehadiran Islam itu sendiri, wahyu yang pertama kali diterima Rasulullah Saw. (surah al-‘Alaq ayat 1-5) adalah perintah untuk “membaca”, yang tentunya dengan berbagai penafsiran terhadap kata “membaca” tersebut. Yang jelas, perintah tersebut merupakan suatu landasan bagi umat Islam untuk terus “membaca”, yang secara substantif sebenarnya memerintahkan umat Islam untuk terus mengembangkan ilmu pengetahuan.
Dengan demikian, ketika sebagian “umat Islam” dengan berbagai dalih berusaha membatasi “umat Islam” lainnya untuk mengembangkan ilmu pengetahuan, maka sebenarnya mereka telah mereduksi substansi perintah ayat di atas. Perbedaan interpretasi ini semakin mengembang menuju aspek epistemologis ilmu tersebut.
Madrasah mulai didirikan dan berkembang pada abad ke 5 H atau abad ke-10 atau ke-11 M. pada masa itu ajaran agama Islam telah berkembang secara luas dalam berbagai macam bidang ilmu pengetahuan, dengan berbagai macam mazhab atau pemikirannya. Pembagian bidang ilmu pengetahuan tersebut bukan saja meliputi ilmu-ilmu yang berhubungan dengan al-Qur’an dan hadis, seperti ilmu-ilmu al-Qur’an, hadits, fiqh, ilmu kalam, maupun ilmu tasawwuf tetapi juga bidang-bidang filsafat, astronomi, kedokteran, matematika dan berbagai bidang ilmu-ilmu alam dan kemasyarakatan. 
Aliran-aliran yang timbul akibat dari perkembangan tersebut saling berebutan pengaruh di kalangan umat Islam, dan berusaha mengembangkan aliran dan mazhabnya masing-masing. Maka terbentuklah madrasah-madrasah dalam pengertian kelompok pikiran, mazhab atau aliran. Itulah sebabnya sebagian besar madrasah didirikan pada masa itu dihubungkan dengan nama-nama mazhab yang masyhur pada masanya, misalnya madrasah Syafi’iyah, Hanafiyah, Malikiyah atau Hanbaliyah.
Berdasarkan dengan keterangan di atas, jelaslah bahwa penggunaan istilah madrasah, sebagai lembaga pendidikan Islam maupun sebagai aliran atau mazhab bukanlah sejak awal perkembangan Islam, tetapi muncul setelah Islam berkembang luas dan telah menerima pengaruh dari luar sehingga terjadilah perkembangan berbagai macam bidang ilmu pengetahuan dengan berbagai macam aliran dan mazhabnya.
Pada awal perkembangan Islam, terdapat dua jenis lembaga pendidikan dan pengajaran, yaitu kuttab yang mengajarkan cara menulis dan membaca al-Qur’an, serta dasar-dasar pokok ajaran Islam kepada anak-anak yang merupakan pendidikan tingkat dasar. Sedangkan masjid dijadikan sebagai tingkat pendidikan lanjutan pada masa itu yang hanya diikuti oleh orang-orang dewasa. Dari masjid-masjid ini, lahirlah ulama-ulama besar yang ahli dalam berbagai ilmu pengetahuan Islam, dan dari sini pulalah timbulnya aliran-aliran atau mazhab-mazhab dalam berbagai ilmu pengetahuan, yang waktu itu dikenal dengan istilah madrasah.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian Madrasah
2.      Bagaimana pertumbuhan madrasah pada masa Khulafaur Rasyisin
3.      Bagaimana pertumbuhan madrasah pada masa Daulah Umayyah
4.      Bagaimana pertumbuhan madrasah pada masa Daulah Abbasiyah
5.      Bagaimana pertumbuhan madrasah pada masa Daulah Turki Usmani
6.      Bagaimana pertumbuhan madrasah di Indonesia

C.    Tujuan
1.      Unuk mengetahui pengertian madrasah
2.      Untuk mengetahui pertumbuhan madrasah pada masa Khulafaur Rasyisin
3.      Untuk mengetahui pertumbuhan madrasah pada masa Daulah Umayyah
4.      Untuk mengetahui pertumbuhan madrasah pada masa Daulah Abbasiyah
5.      Untuk mengetahui pertumbuhan madrasah pada masa Turki Usmani
6.      Untuk mengetahui pertumbuhan madrasah di Indonesia




                                                                  BAB II
PERTUMBUHAN MADRASAH DI MASA AWAL

A.    Pengertian Madrasah
Kata “Madrasah” berasal dari bahasa Arab sebagai keterangan tempat (isim makan), dari akar kata : “Darasa, Yadrusu, Darsan, dan Madrasatan”, yang mempunyai arti “Tempat belajar para pelajar” atau diartikan “jalan” (Thariq). Sedangkan kata “Midras” diartikan “buku yang dipelajari” atau  “tempat belajar” dan kata “Midraas” dengan alif panjang diartikan “rumah untuk mempelajari kitab Taurat”.  Disamping kata “Madrasah” berasal dari kata “Darasa” yang artinya “membaca dan belajar” dalam bahasa Hebrew atau Aramy mempunyai konotasi arti yang sama yakni “Tempat Belajar”. Sedangkan  madrasah dalam bahasa Indonesia adalah “sekolah”.
Pada umumnya, pemakaian kata “Madrasah” dalam arti sekolah tersebut, mempunyai konotasi khusus yaitu sekolah-sekolah agama Islam yang berjenjang dari madrasah ibtidaiyah, Tsanawiyah, dan Aliyah. Namun, kata “Madrasah” pada awal perkembangannya mempunyai beberapa pengertian, diantaranya : berarti aliran atau mazhab, kelompok atau golongan filosuf, dan ahli pikir atau penyelidik tertentu yang berpegang pada metode atau pemikiran yang sama.
Beberapa pengertian di atas, terjadi karena aliran-aliran yang timbul sebagai akibat perkembangan ajaran agama Islam dan ilmu pengetahuan ke berbagai bidang saling berebutan pengaruh di kalangan umat Islam dan berusaha untuk mengembangkan aliran atau mazhabnya masing-masing. Maka terbentuklah madrasah-madrasah dalam pengertian kelompok pemikiran, mazhab atau aliran tersebut. Itulah sebabnya mengapa sebagaian besar madrasah yang didirikan pada masa itu dihubungkan dengan nama- nama mazhab yang mashur, misalnya madrasah Syafi’iyah, Hanafiyah, Malikiyah, dan  Hanabilah.
Jadi kata “madrasah” pada awal perkembangannya, diartikan jalan pemikiran seorang pemikir atau kelompok pemikir dalam suatu bidang ilmu, kemudian diartikan tempat belajar atau lembaga pendidikan dan pengajaran seperti sekolah yang berkonotasi khusus yaitu yang banyak mengajarkan agama Islam atau ilmu-ilmu keIslaman. Kedua arti tersebut masih terasa dilakukan mayoritas umat Islam sampai sekarang, karena madrasah merupakan tempat penyebaran paham aliran atau mazhab yang dianut untuk disosialisasikan ke seluruh umat. Misalnya madrasah NU yang disebut dengan “Al-Ma’arif” menyebarkan misi Syafi’iyahnya, dan madrasah Muhammadiyah yang membawa paham kemuhammadiyahannya, dan seterusnya.

B.     Pertumbuhan Madrasah Pada Masa Khulafaur Rasyidin
Adapun metode yang mereka gunakan dalam mengajar antara lain dengan bentuk halaqah. Yakni guru duduk disebagian ruangan masjid kemudian dikelilingi oleh para siswa. Guru menyampaikan ajaran kata demi kata dengan artinya dan kemudian menjelaskan kandunganya. Sementara para siswa menyimak, mencatat, dan mengulanginya apa yang dikemukakan oleh gurunya.
            Yang menjadi lembaga pendidikan dikala itu antara lain adalah:
1.       Kuttab, yakni sebagai lembaga pendidikan terendah yang di dalamnya mengajarkan kepada anak-anak dalam hal baca dan tulis dan sedikit pengetahuan-pengetahuan agama.
2.      Masjid, yakni sebagai pusat pendidikan umat Islam yang telah mukallaf pada masa permulaaan Islam belum terdapat sekolah formil seperti yang ada pada masa sekarang. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan kependidikan pada masa Khulafaur Rasyidin tidak jauh dengan Nabi saw. Namun disana sini terdapat beberapa perkembangan daerah lebih maju sesuai dengan situasai dan kondisinya, tapi perkembangan itu tidak melunturkan dasar-dasar pendidikan yang dilaksanakan pada masa Nabi saw.[1]

C.    Pertumbuhan Madrasah Pada Masa Daulah Umayyah
            Perluasan negara Islam bukanlah perluasan dengan merobohkan dan menghancurkan, bahkan perluasan dengan teratur diikuti oleh ulama-ulama dan guru-guru agama yang turut bersama-sama tentara Islam. Pusat pendidikan telah tersebar di kota-kota besar sebagai berikut: di kota Mekkah dan Madinah (HIjaz),di kota Basrah dan Kufah (Irak), di kota Damsyik dan Palestina (Syam), di kota Fistat (Mesir). Madrasah-madrasah yang ada pada masa Bani Umayyah adalah sebagai berikut:

1        Madrasah Makkah
Guru pertama yang mengajar di Makkah, setelah penduduk Makkah takluk, ialah  mu’az bin zabal. Ialah yang mengajarkan Al-Qur’an dan mana yang halal dan haram.
Pada masa khlaifah Abdul Malik bin Marwan Abdullah bin Abbas pergi ke Mekkah, lalu mengajar di sana masjidil Haram. Ia mengajarkan tafsir, fiqhi dan sastera. Abdullah bin Abbaslah pembangunan madrasah Makkah, yang termasyhur seluruh negara Islam.

2        Madrasah Madinah
Madrasah Madinah lebih termasyhur dan lebih dalam ilmunya, karena disanalah tempatkhalifah : Abu Bakar, Umar dan Usman, disana banyak tinggal sahabat-sahabat Nabi SAW. Ulama termasyhur di Madinah ialah :
a.    Umar bin Khattab.
b.    Ali bin Abu Thalib.
c.    Zaid bin Sabit.
d.    Abdullah bin Umar bin Khattab.




 3. Madrasah Basrah
Ulama sahabat yang termasyhur di Basrah ialah Abu Musa Al-Asy’ari dan Anas bin Malik. Abu Musa Al-Asyari adalah ahli fiqhi dan ahli Hadis, serta ahli Qur’an. Sedangkan Anas malik lebih termashyur dalam hadis.
Kemudian madrasah Basrah itu melahitrkan Al-Hasan Basry dan ibnu Sirin pada masa Umaiyah. Hasan Basry adalah ulama besar, berbudi tinggi, saleh serta fasih lidahnya ia sangat berani-mengeluarkan pendapatnya.

4        Madrasah Kuffah
Ulama sahabat yang tinggal di Kuffah ialah Ali bin Abu Thalib dan Abdullah bin Mas’ud. Pekerjaan Ali di Irak, ialah soal politik dan urusan peperangan. Sedangkan Ibnu Mas’ud mengajarkan Al-Qur’an dan ilmu agama. Ibnu Mas’ud diutus oleh Umar bin Khattab ke kufah untuk menjadi guru. Ia ahli tafsir dan ahli fiqhi, bahkan ia meriwayatkan hadis-hadis Nabi SAW.

5        Madrasah Damsyik (Syam)
Setelah Syam (syria) menjadi sebagian negara Islam dan penduduknya banyak memeluk agama islam, maka Umar bin Khattab mengirimkan tiga guru agama ke negeri itu, yaitu : Mu’az bin Jabal, Ubadah dan Abud Dardak. Ketiga guru itu mendirikan madrasah Agama di Syam. Mereka mengajarkan Al-Qur’an dan ilmu agama di negeri Syam pada tiga tempat, yaitu Abud-Dardak di Damasyik, Mu’az bin Jabal di Palestina dan Ubadah Hims.
Kemudian mereka digantikan oelh murid-muridnya, tabi’in seperti seperti Abu Idris Al-Khailany, Makhul Ad-Dimasyki, Umar bin Abdul Aziz dan Razak bin Haiwah.
Akhirnya madrasah itu melahirkan Imam penduduk Syam, yaitu Abdurrahman Al-Auza’iy yang sederajat ilmunya dengan iamam Malik dan Abu-hanifah. Mazhabnya tersebar di Syam sampai ke Magrib dan Andalusia. Tetapi kemudain mazhabnya itu lenyab,karena besar pengaruh mazhab Syafi’i.
6        Madrasah Fistat (Mesir)
Setelah Mesir menjadi negara Islam ia menjadi pusat ilmu-ilmu agama. ulama yang mula-mula mendirikan madrasah di mesir ialah Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘As, yaitu di Fistat (Mesir lama). ia ahli hadis dengan arti kata sebenarnya.

D.    Pertumbuhan Madrasah Pada Masa Daulah Abbasiyah
Pada masa abbasiyah ini terdapat perkembangan ilmu pengetahuan, antara lain sebagai berikut:
1.      Menerjemahkan buku-buku dari bahasa asing (Yunani,Syiria Ibrani, Persia, India, Mesir, dan lain-lain) ke dalam bahasa Arab. Buku-buku yang diterjemahkan meliputi ilmu kedokteran, mantiq (logika), filsafat, aljabar, pesawat, ilmu ukur, ilmu alam, ilmu kimia, ilmu hewan, dan ilmu falak.
2.      Pengetahuan keagamaan seperti fikih, usul fikih, hadis, mustalah hadis, tafsir, dan ilmu bahasa semakin berkembang karena di zaman Bani Umayyah usaha ini telah dirintis. Pada masa ini muncul ulama-ulama terkenal seperti Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’I, Imam Hambali, Imam Bukhari, Imam Muslim, Hasan Al Basri, Abu Bakar Ar Razy, dan lain-lain.[2]
3.      Sejak upaya penerjemahan meluas, kaum muslim dapat mempelajari ilmu-ilmu ilmu-ilmu itu langsung dalam bahasa arab sehingga muncul sarjana-sarjana muslim yang turut memperluas peyelidikan ilmiah, memperbaiki atas kekeliruaan pemahaman kesalahan pada masa lampau, dan menciptakan pendapat-pendapat atau ide baru.
            Tokoh-tokohnya antara lain sebagai berikut :
1.      Ilmuwan untuk mengungkap rahasia alam, yang dimulai dengan mencari manuskrip-manuskrip klasik peninggalan ilmuwan Yunani Kuno, seperti karya Aristoteles, Plato, Socrates, dan sebagainya. Manuskrip-manuskrip tersebut kemudian dibawa ke Baghdad, lalu diterjemahkan dan dipelajari di perpustakaan yang merangkap sebagai lembaga penelitian, Baitul Hikmah, sehingga melahirkan pemikiran-pemikiran baru.
2.      Dalam bidang filsafat antara lain tercatat Al-Kindi, Al- Farabi, Ibnu Sina (Avicenna) dan Ibnu Rusydi (Averroes). Di bidang sains ada Al-Farghani, Al-Biruni, Al-Khawarizmi, Umar Khayyam dan Al-Thusi. Di bidang kedokteran tercatat nama Al-Thabari, Ar-Razi (Rhazes), Ibnu Sina dan Ibnu Rusydi (Averroes). Di bidang ilmu kimia terkenal nama Ibnu Hayyan. Di bidang optika ada Ibnu Haytsam. Di bidang geografi ada Al-Khawarizmi, Al-Ya’qubi, dan Al-Mus’udi. Dalam bidang ilmu kedokteran hewan ada Al-Jahiz, Ibnu Maskawaihi, dan Ikhwanussafa, Ibnu Sina dan seterusnya yang tidak muat lembaran ini jika diurut satu persatu.
3.      Dalam bidang ilmu fiqih terkenal nama Abu Hanifah, Malik bin Anas, Al-Syafi’ie, dan Ahmad bin Hanbal. Dalam ilmu kalam ada Washil bin Atha, Ibnu Huzail, Al-Asy’ari, dan Maturidi. Dalam ilmu Tafsir ada Al-Thabari dan Zamakhsyari. Dalam ilmu hadits, yang paling populer adalah Bukhari dan Muslim. Dalam ilmu tasawuf terdapat Rabi’ah Al- Adawiyah, Ibnu ‘Arabi, Al-Hallaj, Hasan al-Bashri, dan Abu Yazid Al-Bustami.[3]
Sejak Akhir abd ke-10, muncul sejumlah tokoh wanita dibidang ketatanegaraan dan politik seperti Khaizura, Ulayyah, Zubaidah, dan Bahrun. Di bidang kesusastraan dikenal Zubaidah dan Fasl. Di bidang Sejarah, muncul Shalikhah Shuhda. Di bidang kehakiman, muncul Zainab Umm Al Muwayid. D I bidang seni musik, Ullayyah dikenal dan sangat tersohor pada waktu itu.
Pada masa bani Abbasiyah, juga terjadi kemajuaan di bidang perdagangan dan melalui ketiga kota ini dilakukan usaha ekspor impor. Hasil idustri yang diekspor ialah permadani, sutra, hiasan, kain katun, satin, wool, sofa, perabot dapu atau rumah tangga, dan lain-lain.
Bidang pendidikan mendapat perhatian yang sangat besar. Sekitar 30.000 masjid di Bagdad berfungsi sebagai lembaga pendidikan dan pengajaran pada tingkat dasar. Perkembangaan pendidikan pada masa bani abbasiyah dibagi 2 tahap. Tahap pertama (awal abad ke-7 M sampai dengan ke-10 M ) perkembangan secara alamiah disebut juga sebagai system pendidikan khas Arabia. Tahap kedua (abad ke 11) kegiatan pendidikan dan pengajaran diatur oleh pemerintah dan pada masa ini sudah dipengaruhi unsur non-Arab.[4]

E.     Pertumbuhan Madrasah Pada Masa Turki Usmani
            Akibat kegigihan dan ketangguhan yang dimiliki oleh para pemimpin dalam mempertahankan Turki Usmani membawa dampak yang baik sehingga kemajuan-kemajuan dalam perkembangan wilayah Turki Usmani dapat di raihnya dengan cepat. Dengan cara atau taktik yang dimainkan oleh beberapa penguasa Turki seperi Sultan Muhammad yang mengadakan perbaikan-perbaikan dan meletakkan dasar-dasar keamanan dalam negerinya yang kemudian diteruskan oleh Murad II (1421-1451M).
            Sehingga Turki Usmani mencapai puncak kejayaan pada masa Muhammad II (1451- 1484 M). Usaha ini di tindak lanjuti oleh raja-raja berikutnya, sehingga dikembangkan oleh Sultan Sulaiman Al-Qanuni. Ia tidak mengarahkan ekspansinya kesalah satu arah timur dan Barat, tetapi seluruh wilayah yang berada disekitar Turki Usmani itu, sehingga Sulaiman berhasil menguasai wilayah Asia kecil.
            Kemajuan dan perkembangan wilayah kerajaan Usmani yang luas berlangsung dengan cepat dan diikuti oleh kemajuan-kemajuan dalam bidang-bidang kehidupan lain yang penting, diantaranya dalam bidang pendidikan.
            Salah satu lembaga yang maju pada masa turki usmani adalah madrasah, didorong mempelajari beragam ilmu pengetahuan. Lembaga pendidikan berserak saat berlangsungnya pemerintahan Turki Usmani. Salah satunya adalah madrasah. Bukan hanya kuantitas bangunan yang menjadi perhatian, juga kualitas pendidikan. Terobosan bermakna dalam hal ini adalah perumusan kurikulum. Kurikulum yang diberlakukan di madrasah berkembang secara dinamis menuju ke arah lebih baik. Salah satu hal yang berlaku dalam proses pengajaran di madrasah Turki Usmani adalah mendorong para siswa untuk mengakses sebanyak mungkin buku yang membahas beragam bidang ilmu.[5]
            Hal ini merupakan uraian perinci dari tujuan utama pendirian lembaga pendidikan berupa madrasah. Yaitu, melahirkan siswa Muslim yang memiliki banyak pengetahuan dan memegang teguh nilai-nilai moral yang baik dan benar. Madrasah digiring untuk menciptakan para siswa yang pandai sekaligus baik hati dan berbudi luhur. Pada masa pemerintahan Sultan Sulaiman, terdapat kode hukum yang menjabarkan secara umum mengenai tujuan pendidikan.
            Disebutkan dalam kode hukum itu bahwa tujuan pendidikan adalah guna memahami misteri penciptaan dan membangun sebuah negara yang berjalan secara teratur dan baik. Ini diyakini akan menjamin kelestarian, ketertiban, dan kesejahteraan umat manusia. Tujuan lainnya, pendidikan menjadi sebuah sarana untuk menuai ilmu pengetahuan dan kebijaksanaan. Lalu, mendapatkan penjelasan mengenai kebajikan, bakat, dan agama, hingga akhirnya para siswa memiliki kapasitas yang baik.
            Sejumlah sumber menyebutkan mengenai penetapan tujuan dan kurikulum pendidikan di madrasah itu. Di antaranya, berasal dari cendekiawan Ahmed bin Isameddin, yang hidup pada abad ke-16. Bahkan, beliau merupakan seorang pengajar di madrasah.
            Demikian pula, dengan kajian terhadap proses pendidikan Katib Chelebi pada abad ke-17. Bahkan, ada pula sumber lainnya yang berupa risalah berjudul Kewakib-i Seb'a atau Seven Planets, yang ditulis pada 1742 Masehi. Penulisan risalah ini dilakukan atas permintaan dubes Prancis Marquis de Villanueva untuk Istanbul saat itu.

F.     Pertumbuhan Madrasah Di Indonesia
            Penetapan madrasah yang pertama berdiri juga merupakan suatu yang masih didiskusikan. Departemen Agama RI menetapkan bahwa madrasah yang pertama didirikan adalah Madrasah Adabiyah di Padang (Sumatra Barat). Nama resminya adalah Madrasah Adabiyah School yang didirikan oleh Syekh Abdullah Ahmad pada tahun 1909. Pada tahun 1915, nama itu berubah menjadi HIS Adabiyah.[6]
            Terlepas dari diskusi tentang madrasah yang pertama berdiri pada masa-masa pertumbuhan ini dapat disebutkan beberapa nama madrasah baik yang ada di Minangkabau maupun Jawa. Di Minangkabau selain Madrasah Adabiyah, terdapat Madrasah Diniyah Labai Al-Yunusiah dan Madrasah Diniyah Putri yang didirikan oleh Rangkayo Rahmah al-Yunusiah. Dia adalah saudara putri Zainuddin Labay. Di Jawa Timur ada Madrasah Nahdlatul Ulama, Madrasah Muhammadiyah di Yogyakarta, Madrasah Taswiq Thullab di Jawa Tengah, madrasah persatuan umat Islam di Jawa Barat dan Madrasah Jam’iyat Khair di Jakarta. Adapun di Sulawesi dapat disebutkan madrasah Amiriyah Islamiyah dan Madrasah Ash-Shultoniyah di Kalimantan.
            Pada periode pertumbuhan, keberadaan madrasah satu sama lain saling lepas. Tidak ada hubungan langsung antara madrasah yang ada di Sumatra, Jawa, Kalimantan dan Sulawesi. Tidak ada aturan umum yang mengikat semua madrasah di semua daerah di atas sehingga ada kesamaan kurikulum, bentuk kelembagaan dan struktur manajemennya. Kesamaan diantara mereka terletak pada sistem pengajarannya yang berkelas dan muatan kurikulum yang memperhatikan ilmu-ilmu agama.

1.       Madrasah Pada Masa Penjajahan  Belanda
Madrasah Pada Masa Penjajahan Belanda Seperti sudah diketahui bahwa madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam di Indonesia lahir pada awal abad ke-20 M. Dengan kata lain, lembaga ini muncul ketika Indonesia masih dijajah Belanda. Konsekuensinya keberadaan madrasah tidak dapat lepas dan luput sama sekali dari pengaruh kebijakan pendidikan pemerintah kolonial. Pemerintah kolonial Hindia Belanda menyelenggarakan pendidikan yang tujuan utamanya adalah memenuhi kepentingan mereka. Sistem dan metode pendidikan baru mereka perkenalkan. Tetapi, pendidikan ditujukan untuk menghasilkan tenaga yang dapat membantu kepentingan mereka dengan upah yang murah dibandingkan dengan jika mereka harus mendatangkan tenaga dari Barat.[7]
Dalam konteks ini, pendidikan madrasah tidak sepenuhnya, kalau tidak sama sekali, sejalan dengan kebijakan penjajah. Pada gilirannya hal ini akan mengurangi perhatian mereka terhadap madrasah. Dalam hal ini yang dimaksud adalah perhatian yang bersifat positif.  Kenyataan yang terjadi justru kebijakan pemerintah Hindia Belanda terhadap pendidikan Islam bersifat menekan. Kekhawatiran akan timbulnya militansi kaum muslimin terpelajar menjadi alasan mereka. Penjajah melakukan pengawasan berlebihan terhadap lembaga pendidikan Islam, seperti madrasah. Bentuk peraturan yang mencerminkan kekhawatiran mereka adalah ordonansi guru. Peraturan ini bersifat politis untuk menekan sedemikian rupa sehingga pendidikan agama tidak menjadi pemicu perlawanan rakyat terhadap pemerintah. Ordonansi ini mengharuskan seorang guru agama untuk mempunyai surat izin. Dalam perkembangannya, aturan melunak menjadi keharusan bagi seorang guru agama untuk melapor atau memberitahu saja.[8]

2.       Madrasah Pada Masa Penjajahan Jepang
            Madrasah pada masa penjajahan jepang di awal kehadirannya pada tahun 1942, Jepang bersikap seolah-olah membela kepentingan Islam. Kebijakan yang ditempuh adalah :
a)      Menempatkan umat Islam sendiri sebagai pemimpin Kantor Urusan Agama. Pada masa Belanda, kantor ini dipimpin oleh orientalisten Belanda.
b)      Melakukan kunjungan ke pondok pesantren yang besar-besar dan memberikan bantuan kepadanya.
c)      Pelajaran budi pekerti yang isinya identik dengan ajaran agama diberikan di sekolah negeri.
d)      Mengizinkan berdirinya sekolah tinggi Islam di Jakarta yang dipimpin oleh KH. Wahid Hasyim, Kahar Mudzakar dan Bung Hatta.[9]
Kebijakan yang tampaknya memihak umat Islam itu, sesungguhnya demi kepentingan Jepang sendiri dalam rangka perang Asia Timur Raya. Kekuatan Islam dan nasionalis harus dibina untuk mendukung suksesnya prang itu. Ketika perang telah berkobar dan berkembang menjadi perang dunia ke II, secara umum urusan pendidikan menjadi terbengkalai. Beruntunglah madrasah-madrasah di lingkungan pesantren yang bebas dari pengawasan langsung pemerintah Jepang masih dapat berjalan dengan agak wajar.



[1] Zuhairini, Moh. Kasiran. Dkk,  Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: DEPAG, 1985), halaman. 21
[2] Ibid,,  halaman. 88
[3] Hasan Basri, M.Nur, Peran Islam dalam Kemajuan Eropa, (Serambi Indonesia, edisi 19 Maret 2001).
[4] Zuhairini, Moh. Kasiran. Dkk,  Sejarah Pendidikan Islam,,, halaman. 99
[5] Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam, Cet. 2 (Jakarta: Bumi Aksara, 1997), halaman. 54
[6] Hanun Asrohah, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos, 2001), halaman. 193
[7] Zuhairini, dkk., Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), halaman. 146
[8] Maksum, op.cit., hlm. 115.
[9] Zuhairini, dkk., Sejarah Pendidikan Islam,,, halaman. 146

AMALAN AGAR SELAMAT IMAN KETIKA SAKARATUL MAUT

🔔 FAEDAH🔔 فائدة عن سيدى عبد الوهاب الشعرانى نفعنا الله به أن من واظب على قراءة هذين البيتين فى كل يوم جمعة توفاه الله على الإسلام م...