Translate

Sabtu, 13 September 2014

FORMULASI KEBIJAKAN, IMPLEMENTASI, DAN EVALUASI

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Formulasi kebijakan sebagai bagian dalam proses kebijakan publik merupakan tahap yang paling krusial karena implementasi dan evaluasi kebijakan hanya dapat dilaksanakan apabila tahap formulasi kebijakan telah selesai, disamping itu kegagalan suatu kebijakan atau program dalam mencapai tujuan-tujuannya sebagian besar bersumber pada ketidaksempurnaan pengolaan tahap formulasi. Aktivitas-aktifitas sekitar formulasi adalah interaksi peranan antar peserta perumusan kebijakan pendidikan baik yang formal maupu yang tidak formal. Peserta perumusan kebijakan tersebut sangat bergantung seberapa besar para peserta dapat memainkan peranannya masing-maisng dalam memformulasikan kebijakan. Dengan demikian rumusan kebijakan adalah karya group, baik group yang menjadi penguasa formal maupun yang menjadi mitra dan rivalnya. Mereka saling mengintervensi, Saling melobi bahkan salin mengadakan bargaining.
Perkembangan sistem pendidikan di Indonesia menuntut penyesuaian dalam segala hal yang mempengaruhinya. Salah satu yang tetap ada dan langgeng yang selalu mendapat sorotan adalah evaluasi belajar siswa atau pencapaian hasil belajar siswa.
Namun pencapaian hasil belajar siswa yang optimal itu akan tergantung dan selalu pengaruhi oleh kurikulum, sarana belajar, guru dan siswa sendiri. Selain itu kebijakan-kebijakan pemerintah tentang sistem pendidikan nasional juga sangat mempengaruhi kualitas pendidikan.
Untuk mengetahui pencapaian hasil belajar siswa dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya adalah dengan menggunakan tes-tes dengan standar-standar tertentu sesuai dengan perkembangannya. Maka dari itu bagi seorang pendidik harus mengetahui bagaimana cara atau teknik-teknik yang baik untuk mengevaluasi anak didiknya, sejauh mana pencapaian siswa dalam menguasai materi yang disampaikan.

B.    Rumusan Masalah
  1. Apa pengertian Forrmulasi kebijakan?
  2. Apa pengertian Implementasi Kebijakan?
  3. Apa pengertian evaluasi kebijakan?

C.    Tujuan
1.     Untuk mengetahui pengertian Forrmulasi kebijakan!
2.     Untuk mengetahui pengertian Implementasi Kebijakan!
3.     Untuk mengetahui pengertian evaluasi kebijakan!

D.    Sasaran Yang Ingin Di Capai
Semoga dengan adanya makalah ini dapat bermanfaat terutama bagi penulis sendiri dan bagi pembaca lainnya serta menambah wawasan dalam bidang karya ilmiah.



BAB II
FORMULASI KEBIJAKAN, IMPLEMENTASI, DAN EVALUASI
A.      Formulasi Kebijakan
Formulasi kebijakan sebagai bagian dalam proses kebijakan publik merupakan tahap yang paling krusial karena implementasi dan evaluasi kebijakan hanya dapat dilaksanakan apabila tahap formulasi kebijakan telah selesai, disamping itu kegagalan suatu kebijakan atau program dalam mencapai tujuan-tujuannya sebagian besar bersumber pada ketidaksempurnaan pengolaan tahap formulasi (Wibawa; 1994, 2). 
 menurut Winarno (1989, 53),Formulasi kebijakan sebagai suatu proses, dapat dipandang dalam 2 (dua) macam kegiatan. Kegiatan pertama adalah memutuskan secara umum apa yang apa yang harus dilakukan atau dengan kata lain perumusan diarahkan untuk memperoleh kesepakatan tentang suatu alternatif kebijakan yang dipilih, suatu keputusan yang menyetujui adalah hasil dari proses seluruhnya. Sedangkan kegiatan selanjutnya diarahkan pada bagaimana  keputusan-keputusan kebijakan dibuat, dalam hal ini suatu keputusan kebijakan mencakup tindakan oleh seseorang pejabat atau lembaga resmi untuk menyetujui, mengubah atau menolak suatu alternatif kebijakan yang dipilih.[1]
Adapun menurut Nigro and Nigro (Islamy; 1991, 25), faktor-faktor yang berpengaruh terhadap proses formulasi kebijakan adalah :
a.      Adanya pengaruh tekanan-tekanan dari luar.
Walaupun ada pendekatan formulasi kebijakan dengan nama “rationale comprehensive” yang berarti administrator sebagai pembuat keputusan harus mempertimbangkan alternatif-alternatif yang akan dipilih berdasarkan penilaian rasional semata, tetapi proses dan formulasi kebijakan itu tidak dapat dipisahkan dari dunia nyata, sehingga adanya tekanan dari luar ikut berpengaruh terhadap proses formulasi kebijakan.  
b.     Adanya pengaruh kebiasaan lama.
Kebiasaan lama organisasi seperti kebiasaan investasi modal, sumber-sumber dan waktu terhadap kegiatan suatu program tertentu cenderung akan selalu diikuti, meskipun keputusan-keputusan tersebut telah dikritik sebagai sesuatu yang salah sehingga perlu dirubah, apalagi jika suatu kebijakan yang telah ada dipandang memuaskan.  
c.      Adanya pengaruh sifat-sifat pribadi.
Berbagai macam keputusan yang dibuat oleh pembuat keputusan banyak dipengaruhi oleh sifat-sifat pribadinya, seperti dalam proses penerimaan atau pengangkatan pegawai baru, seringkali faktor sifat-sifat pribadi pembuat keputusan berperan besar sekali.
d.     Adanya pengaruh dari kelompok luar.
Lingkungan sosial dari para pembuat keputusan juga sangat berpengaruh, bahkan sering pula pembuatan keputusan dilakukan dengan mempertimbangkan pengalaman dari orang lain yang sebelumnya berada diluar proses formulasi kebijakan.
e.      Adanya pengaruh keadaan masa lalu.
Pengalaman latihan dan pengalaman pekerjaan yang terdahulu berpengaruh pada pembuatan keputusan  atau bahkan orang-orang yang bekerja di kantor pusat sering membuat keputusan yang tidak sesuai dengan keadaan dilapangan, hal ini disebabkan karena adanya kekhawatiran bahwa delegasi wewenang dan tanggung jawab kepada orang lain akan disalahgunakan.[2]
v Formulasi  kebijakan pendidikan
Aktivitas-aktifitas sekitar formulasi adalah interaksi peranan antar peserta perumusan kebijakan pendidikan baik yang formal maupu yang tidak formal. Peserta perumusan kebijakan tersebut sangat bergantung seberapa besar para peserta dapat memainkan peranannya masing-maisng dalam memformulasikan kebijakan. Dengan demikian rumusan kebijakan adalah karya group, baik group yang menjadi penguasa formal maupun yang menjadi mitra dan rivalnya. Mereka saling mengintervensi, Saling melobi bahkan salin mengadakan bargaining.
Agar rumusan kebijakan, termasuk kebijakan pendidikan yang baik, haruslah memenuhi kriteria berikut:  pertama, rumusan kebijakan, termasuk kebijakan pendidikan tidak mendektekan keputusan spesifik atau hanya menciptakan lingkungan tertentu. Kedua, rumusan kebijakan, termasuk kebijakan pendidikan, dapat dipergunakan menghadapi masalah atau situasi yang timbul secara berulang. Hal ini berarti, bahwa waktu , biaya dan tenaga yang telah banyak dihabiskan, tidak sekedar dipergunakan memecahkan satu masalah atau satu situasi saja.


B.      Implementasi Kebijakan
Implementasi sering dianggap hanya merupakan pelaksanaan dari apa yang telah diputuskan oleh legislatif atau para pengambil keputusan, seolah-olah tahapan ini kurang berpengaruh. Akan tetapi dalam kenyataannya, tahapan implementasi menjadi begitu penting karena suatu kebijakan tidak akan berarti apa-apa jika tidak dapat dilaksanakan dengan baik dan benar. Dengan kata lain implementasi merupakan tahap dimana suatu kebijakan dilaksanakan secara maksimal dan dapat mencapai tujuan kebijakan itu sendiri.
Terdapat beberapa konsep mengenai implementasi kebijakan yang dikemukakan oleh beberapa ahli. Secara Etimologis, implementasi menurut kamus Webster yang dikutib oleh Solichin Abdul Wahab adalah sebagai berikut:
 Konsep implementasi berasal dari bahasa inggris yaitu to implement. Dalam kamus besar webster, to implement (mengimplementasikan) berati to provide the means for carrying out (menyediakan sarana untuk melaksanakan sesuatu); dan to give practical effect to (untuk menimbulkan dampak/akibat terhadap sesuatu (Webster dalam Wahab (2006:64)).
Pengertian implementasi selain menurut Webster di atas dijelaskan juga menurut Van Meter dan Van Horn bahwa Implementasi adalah “tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu/pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan” (Van Meter dan Van Horn dalam Wahab, 2006:65).
Definisi lain juga diutarakan oleh Daniel Mazmanian dan Paul Sabatier yang menjelaskan makna implementasi dengan mengatakan bahwa:
Hakikat utama implementasi kebijakan adalah memahami apa yang seharusnya terjadi sesudah suatu program dinyatakan berlaku atau dirumuskan. Pemahaman tersebut mencakup usaha-usaha untuk mengadministrasikannya dan menimbulkan dampak nyata pada masyarakat atau kejadian-kejadian (Mazmanian dan Sabatier dalam Widodo (2010:87)).
Menurut Novi Hendra, S. IP , Implementasi kebijakan adalah aktifitas-aktifitas yang dilakukan untuk melaksanakan suatu kebijaksanaan.[3] Implementasi kebijakan merupakan rangkaian kegiatan setelah suatu kebijakan dirumuskan. Implementasi kebijakan haruslah menampilkan keefektifan dari kebijakan itu sendiri. Pada prinsipnya ada tiga hal yang perlu dipenuhi dalam hal kefektifan implementasi kebijakan.[4] Pertama, apakah kebijakannya sudah tepat. Ketepatan kebijakan ini dinilai dari sejauh mana kebijaksanaan yang ada telah bermuatan hal-hal yang memecahkan masalah yang hendak dipecahkan. Kedua, apakah kebijakan tersebut sudah dirumuskan sesuai dengan karakter masalah yang hendak dipecahkan. Ketiga, apakah kebijakan dibuat oleh lembaga yang mempunyai kewenangan (misi kelembagaan) yang sesuai dengan karakter kebijakan
Berdasarkan beberapa definisi yang disampaikan para ahli di atas, disimpulkan bahwa implementasi merupakan suatu kegiatan atau usaha yang dilakukan oleh pelaksana kebijakan dengan harapan akan memperoleh suatu hasil yang sesuai dengan tujuan atau sasaran dari suatu kebijakan itu sendiri.
v Implementasi Kebijakan Pendidikan di Indonesia
Salah satu tujuan negara adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan merupakan hak asasi setiap warga negara Indonesia dan untuk itu setiap warga negara berhak memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan minat dan bakat yang dimilikinya tanpa memandang status sosial, status ekonomi, suku, etnis, agama, dan gender. Pendidikan untuk semua menjamin keberpihakan kepada peserta didik yang memiliki hambatan fisik ataupun mental, hambatan ekonomi dan sosial ataupun kendala geografis, dengan menyediakan layanan pendidikan untuk menjangkau mereka yang tidak terjangkau.
Pendidikan nasional bagi negara berkembang seperti Indonesia merupakan program besar, yang menyajikan tantangan tersendiri. Hal ini karena jumlah penduduk yang luar biasa dan posisinya tersebar ke berbagai pulau. Ditambah lagi Indonesia merupakan masyarakat multi-etnis dan sangat pluralistik, dengan tingkat sosial-ekonomi yang beragam. Hal ini menuntut adanya sistem pendidikan nasional yang kompleks, sehingga mampu memenuhi kebutuhan seluruh rakyat.
Sistem pendidikan semacam itu tidak mungkin dipenuhi tanpa adanya suatu perencanaan pendidikan nasional yang handal. Perencanaan itu juga bukan perencanaan biasa, tetapi suatu bentuk perencanaan yang mampu mengatasi perubahan kebutuhan dan tuntutan, yang bisa terjadi karena perubahan lingkungan global. Globalisasi yang menjangkau seluruh bagian bumi membuat Inonesia tidak bisa terisolasi. Perkembangan teknologi telekomunikasi dan informasi, membuat segala hal yang terjadi di dunia internasional berpengaruh juga berpengaruh ke Indonesia.[5]
Dalam mengimplementasikan desentralisasi di bidang pendidikan, sebagai wujud dari implementasi kebijakan pemerintah maka diterapkanlah Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Dengan MBS, maka sekolah-sekolah yang selama ini dikontrol ketat oleh pusat menjadi lebih leluasa bergerak, sehingga mutu dapat ditingkatkan. Pemberdayaan sekolah dengan memberikan otonomi yang lebih besar tersebut merupakan sikap tanggap pemerintah terhadap tuntutan masyarakat, sekaligus sebagai sarana peningkatan efisiensi pendidikan. Tanggung jawab pengelolaan pendidikan bukan hanya oleh pemerintah tetapi juga oleh sekolah dan masyarakat dalam rangka mendekatkan pengambilan keputusan ke tingkat yang paling dekat dengan peserta didik. MBS ini sekaligus memperkuat kehidupan berdemokrasi melalui desentralisasi kewenangan, sumber daya dan dana ke tingkat sekolah sehingga sekolah dapat menjadi unit utama peningkatan mutu pembelajaran yang mandiri (kebijakan langsung, anggaran, kurikulum, bahan ajar, dan evaluasi). Program MBS sendiri merupakan program nasional sebagaimana yang tercantum dalam Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 Pasal 51 (1): “Pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah”
Dalam konteks, MBS memungkinkan organisasi sekolah lebih tanggap, adaptif, kreatif, dalam mengatasi tuntutan perubahan akibat dinamika eksternal, dan pada saat yang sama mampu menilai kelebihan dan kelemahan internalnya untuk terus meningkatkan diri.
Tujuan utama MBS adalah meningkatkan efisiensi, mutu, dan pemerataan pendidikan. Peningkatan efisiensi diperoleh melalui keleluasaan mengelola sumber daya yang ada, partisipasi masyarakat dan penyederhanaan birokrasi.
Peningkatan mutu diperoleh melalui partisipasi orangtua, kelenturan pengelolaan sekolah, peningkatan profesionalisme guru, serta hal lain yang dapat menumbuhkembangkan suasana yang kondusif. Pemerataan pendidikan tampak pada tumbuhnya partisipasi masyarakat (stake-holders), terutama yang mampu dan peduli terhadap masalah pendidikan. Implikasinya adalah pemberian kewenangan yang lebih besar kepada kabupaten dan kota untuk mengelola pendidikan dasar dan menengah sesuai dengan potensi dan kebutuhan daerahnya.  Juga, melakukan perubahan kelembagaan untuk memenuhi dan meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam perencanaan dan pelaksanaan, serta memberdayakan sumber daya manusia, yang menekankan pada profesionalisme.[6]
C.      Evaluasi Kebijakan Pendidikan
Kata evaluasi berasal dari Bahasa Inggris evaluation yang berarti penilaian atau penaksiran, sedangkan menurut pengertian istilah evaluasi merupakan kegiatan yang terencana untuk mengetahui keadaan sesuatu objek dengan menggunakan instrumen dan hasilnya dibandingkan dengan tolak ukur untuk memperoleh kesimpulan.[7]
Menurut Arikunto (2004 : 1) evaluasi adalah kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu, yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil keputusan. Fungsi utama evaluasi dalam hal ini adalah menyediakan informasi-informasi yang berguna bagi pihak decision maker untuk menentukan kebijakan yang akan diambil berdasarkan evaluasi yang telah dilakukan. Sedangkan, Lessinger  (Gibson, 1995: 374) mengemukakan bahwa evaluasi adalah proses penilaian dengan jalan membandingkan antara tujuan yang diharapkan dengan kemajuan atau prestasi nyata yang dicapai. Gibson dan Mitchell (Indrakusuma, 1993) juga berpendapat bahwa  proses evaluasi adalah untuk mencoba menyesuaikan data objektif dari awal hingga akhir pelaksanaan program sebagai dasar penilaian terhadap tujuan program.
Budiardjo dalam Subandi (2005) menyatakan bahwa kebijakan adalah sekumpulan keputusan yang diambil oleh seorang pelaku atau kelompok politik dalam usaha memilih tujuan-tujuan tersebut. Pada prinsipnya, pihak yang membuat kebijakan-kebijakan itu mempunyai kekuasaan untuk melaksanakannya.
Evaluasi kebijakan adalah kegiatan yang menyangkut estimasi atau penilaian kebijakan yang mencakup substansi, implementasi dan dampak (Anderson: 1975). Evaluasi kebijakan dipandang sebagai suatu kegiatan fungsional. Artinya, evaluasi kebijakan tidak hanya dilakukan pada tahap akhir saja melainkan kepada seluruh proses kebijakan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa evaluasi kebijakan merupakan kegiatan yang membandingkan antara hasil implementasi kebijakan dengan kriteria dan standar yang telah ditetapkan untuk melihat keberhasilannya. Dari evaluasi kebijakan kemudian akan tersedia informasi mengenai sejauh mana suatu kegiatan tertentu telah dicapai sehingga bisa diketahui bila terdapat selisih antara standar yang telah ditetapkan dengan hasil yang bisa dicapai.

v  Macam-Macam Evaluasi Kebijakan Pendidikan
Evaluasi kebijakan pendidikan dapat digolongkan sesuai dengan berbagai macam sudut tinjau. Penggolongan dengan berbagai macam sudut tinjau ini, justru akan memperkaya khazanah dan perspektif evaluasi kebijakan. Dengan demikian, hakikat evaluasi kebijakan ini akan tertangkap secara jelas.[8]
Ditinjau dari segi waktu mengevaluasi, evaluasi kebijakan pendidikan dapat digolongkan menjadi dua. Pertama, yang berasal dari pandangan linier, evaluasi dilaksanakan setelah implementasi kebijakan.Berarti, menurut pandangan linier ini, yang dievaluasi terutama adalah implementasi kebijakan. Kedua, yang berasal dari pandangan komprehensif, evaluasi dilaksanakan di hampir setiap tahap proses kebijakan. Evaluasi dilaksanakan baik pada saat perumusan, legitimasi, komunikasi, implementasi, partisipasi bahkan terhadap evaluasinya sendiri. Setiap tahapan proses kebijakan senantiasa dievaluasi, dan setelah itu kemudian diadakan perbaikan.
Ditinjau dari kriteria evaluasi, dapat dibedakan atas dua golongan, antara lain:
1.     Evaluasi yang menggunakan kurikulum. Kriterium ini lazimnya berupa kriterium mengacu kepada yang sudah terstandar (standard criteria reference). Yang pertama ini berarti telah dibuat patokan secara nasional dan daerah-daerah yang melaksanakan kebijakan tersebut harus menjadikannya sebagai patokan.
2.     Kriterium yang dibuat berdasarkan acuan norma (norm criteria reference). Yang kedua lebih menunjuk kepada, apakah suatu daerahyang melaksanakan kebijakan tersebut, berada dibawah atau di atas rata-rata daerah-daerah secara rasional.

   Ditinjau dari sasarannya, evaluasi kebijakan dapat dibedakan menjadi dua macam, ialah evaluasi proses dan evaluasi dampak. Yang dimaksud dengan evaluasi proses kebijakan pendidikan adalah evaluasi yang bermaksud mengetahui baik tidaknya proses kebijakan pendidikan, sedangkan evaluasi dampak bermaksud mengetahui seberapa dampak yang ditimbulkan oleh kebijakan pendidikan terhadap masyarakat sasarannya.

Ditinjau dari segi kontinuitasnya, evaluasi kebijakan pendidikan dapat dibedakan menjadi, evaluasi formatif dan sumatif. Evaluasi formatif dilaksanakan secara terus menerus, sedangkan evaluasi sumatif dilaksanakan setiap periode waktu tertentu.



BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Formulasi kebijakan sebagai bagian dalam proses kebijakan publik merupakan tahap yang paling krusial karena implementasi dan evaluasi kebijakan hanya dapat dilaksanakan apabila tahap formulasi kebijakan telah selesai, disamping itu kegagalan suatu kebijakan atau program dalam mencapai tujuan-tujuannya sebagian besar bersumber pada ketidaksempurnaan pengolaan tahap formulasi.
Implementasi sering dianggap hanya merupakan pelaksanaan dari apa yang telah diputuskan oleh legislatif atau para pengambil keputusan, seolah-olah tahapan ini kurang berpengaruh. Akan tetapi dalam kenyataannya, tahapan implementasi menjadi begitu penting karena suatu kebijakan tidak akan berarti apa-apa jika tidak dapat dilaksanakan dengan baik dan benar. Dengan kata lain implementasi merupakan tahap dimana suatu kebijakan dilaksanakan secara maksimal dan dapat mencapai tujuan kebijakan itu sendiri.
evaluasi kebijakan merupakan kegiatan yang membandingkan antara hasil implementasi kebijakan dengan kriteria dan standar yang telah ditetapkan untuk melihat keberhasilannya. Dari evaluasi kebijakan kemudian akan tersedia informasi mengenai sejauh mana suatu kegiatan tertentu telah dicapai sehingga bisa diketahui bila terdapat selisih antara standar yang telah ditetapkan dengan hasil yang bisa dicapai.


B.    SARAN
Semoga dengan adanya makalah ini dapat bermanfaat terutama bagi penulis sendiri dan bagi pembaca lainnya serta menambah wawasan dalam bidang karya ilmiah.









DAFTAR PUSTAKA

Ali Mufiz, Pengantar Administrasi Negara,  Jakarta,:Universitas Terbuka Depdikbud, 1999
Arikunto, Suharsimi. 2004.Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan.Jakarta: Bumi Aksara.

Gibson, J.L, Ivan Cevich and Donelly.1995. Organisasi dan Manajemen: Perilaku, Struktur, dan Proses. Jakarta: Erlangga

Imron, Ali. 2008. Kebijakan Pendidikan di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.

Dunn, William N. 2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Jogjakarta:  Gajah Mada University Press

Gunawan, H. Ary,.1986.Kebijakan-kebijakan Pendidikan di Indonesia , Jakarta :Bina Aksara.

Riant Nugroho D, Kebijakan Publik: Formulasi, Implementasi dan Evaluasi, Jakarta, PT Alex Media Komputindo, 2003


[1] Imron, Ali. Kebijakan Pendidikan di Indonesia. (Jakarta: Bumi Aksara,2008)
[2] Ibid.,
[3] Ali Mufiz, Pengantar Administrasi Negara,  (Jakarta,:Universitas Terbuka Depdikbud, 1999) ,hal. 108
[4]Riant Nugroho D, Kebijakan Publik: Formulasi, Implementasi dan Evaluasi,( Jakarta: PT Alex Media Komputindo, 2003), hal.179
[5] Gunawan, H. Ary,. Kebijakan-kebijakan Pendidikan di Indonesia ,( Jakarta :Bina Aksara,1986).
[6] Ibid.,
[7] Arikunto, Suharsimi, .Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan.(Jakarta: Bumi Aksara,2004).
[8] Ibid., 

AMALAN AGAR SELAMAT IMAN KETIKA SAKARATUL MAUT

🔔 FAEDAH🔔 فائدة عن سيدى عبد الوهاب الشعرانى نفعنا الله به أن من واظب على قراءة هذين البيتين فى كل يوم جمعة توفاه الله على الإسلام م...