Translate

Senin, 15 September 2014

MEWUJUDKAN KAMPUS RELIGIUS

PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Sejarah pendidikan pada masa Reformasi dimulai sejak berakhirnya masa Orde Baru yang dipimpim oleh Soeharto. Lengsernya Soeharto dari kepresidenan pada tahun 1998 menjadi tonggak dimulainya pendidikan islam pada masa reformasi.
Reformasi merupakan suatu perubahan terhadap suatu sistem yang telah ada pada suatu masa. Menurut Arti kata dalam bahasa indonesia adalah perubahan secara drastis untuk perbaikan (bidang sosial, politik, atau agama) dalam suatu masyarakat atau negara. Di Indonesia, kata Reformasi umumnya merujuk kepada gerakan mahasiswa pada tahun 1998 yang menjatuhkan kekuasaan presiden Soeharto  atau era setelah Orde Baru.[1]
Program peningkatan mutu pendidikan yang ditargetkan oleh pemerintah Orde Baru akan mulai berlangsung pada Pelita VII terpaksa gagal, krisis ekonomi yang berlangsung telah mengubah konstelasi politik maupun ekonomi nasional. Secara politik, Orde Baru berakhir dan digantikan oleh rezim yang menamakan diri sebagai “Reformasi Pembangunan” meskipun demikian sebagian besar roh Orde Reformasi masih tetap berasal dari rezim Orde Baru, tapi ada sedikit perubahan, berupa adanya kebebasan pers dan multi partai.
Dalam bidang pendidikan kabinet reformasi hanya melanjutkan program wajib belajar 9 tahun yang sudah dimulai sejak tahun 1994 serta melakukan perbaikan sistem pendidikan agar lebih demokratis. Tugas jangka pendek Kabinet Reformasi yang paling pokok adalah bagaimana menjaga agar tingkat partisipasi pendidikan masyarakat tetap tinggi dan tidak banyak yang mengalami putus sekolah.



B.      Rumusan Masalah
1.     Bagaimana Pengertian Kampus Religius
2.     Bagaimana Budaya Akademik
3.     Apa saja Wujud dan Pendekatan Aktualisasi Nilai-nilai Islam
4.     Bagaimana Perguruan Tinggi Dalam Mewujudkan Masyarakat Madani
5.     Apa saja Langkah dalam Mewujudkan Kampus Islami

C.      Tujuan
1.     Untuk Mengetahui pengertian Kampus Religius
2.     Untuk Mengetahui Budaya Akademik
3.     Untuk Mengetahui Apa saja Wujud dan Pendekatan Aktualisasi Nilai-nilai Islam
4.     Untuk Mengetahui Bagaimana Perguruan Tinggi Dalam Mewujudkan Masyarakat Madani
5.     Untuk Mengetahui Apa saja Langkah dalam Mewujudkan Kampus Islami



BAB II
MEWUJUDKAN KAMPUS RELIGIUS
A.      Pengertian Kampus Religius
            Kampus berasal dari bahasa latin “campus” yang berarti lapangan luas. Dalam pengertian modern, kampus adalah sebuah kompleks atau daerah tertutup yang merupakan kumpulan gedung-gedung Universitas atau Perguruan Tinggi.
            Adapun kata religi berasal dari bahasa latin. Menurut satu pendapat, demikian Harun Nasution Mengatakan, bahwa asal kata religi adalah relegere yang mengandung arti mengumpulkan dan membaca. Pengerian demikian itu juga sejalan dengan isi agama yang mengandung kumpulan cara-cara mengabdi pada tuhan yang terkumpul dalam kitab suci yang harus di baca. Menurut pendapat lain, kata itu berasal dari kata religare yang berarti mengikat. Ajaran-ajran agama memang mempunyai sifat mengikat bagi manusia. Dalam agama selanjutnya terdapat pula dari ikatan roh manusia dengan tuhan, dan agama lebih lanjut lagi memang mengikat manusia dengan tuhan.
Dari beberapa definisi tersebut, akhirnya Harun Nasution menyimpulkan bahwa intisari yang terkandung istilah-istilah diatas ialah ikatan. Agama memang mengandung arti ikatan yang harus dipegang dan dipatui manusia. Ikatan ini mempunyai pengaruh besar sekali terhadap kehidupan manusia sehari-hari. Ikatan itu berasal dari suatu kekuatan yang lebih tinggi dari manusia. Satu kekuatan ghoib yang tidak dapat oleh panca indra. [2]
Maka dapat kita simpulkan, bahwa kampus religious adalah kampus yang bernuansa Islami yang berarti kampus yang menerapkan nilai-nilai Islami, baik dalam segi muatan pendidikan, perilaku insane kampus maupun lingkungan.

B.      Budaya Akademik
Budaya akademik dalam pandangan Islam adalah suatu tradisi atau
kebiasaan yang berkembang dalam dunia Islam menyangkut persoalan keilmuan. Atau dalam bahasa yang lebih sederhana adalah tradisi ilmiah yang dikembangkan Islam.
Di antara poin-poin pentingnya adalah pertama, tentang penghargaan Al-quran terhadap orang-orang yang berilmu, di antaranya adalah:
  1. Wahyu Al-quran yang turun pada masa awal mendorong manusia untuk memperoleh ilmu pengetahuan.
  2. Tugas Manusia sebagai khalifah Allah di Bumi akan sukses kalau memiliki ilmu pengetahuan.
  3. Muslim yang baik tidak pernah berhenti untuk menambah ilmu.
  4. Orang yang berilmu akan dimuliakan oleh Allah SWT.
Di samping memberikan apresiasi terhadap orang yang berilmu poin penting lain yang dijelaskan Al-Quran adalah bahwa:
  1. Iman seorang muslim tidak akan kokoh kalau tidak ditopang dengan ilmu, demikian juga dengan amal shalih.
  2. Tugas kekhalifahan manusia tidak akan dapat sukses kalau tidak dilandasi dengan ilmu.
Karakter seorang muslim yang berbudaya akademik adalah; orang yang selalu mengingat Allah yang disertai dengan ikhtiar untuk selalu menggunakan akalnya untuk memikirkan ciptaan Allah SWT. Serta selalu berusaha menambah ilmu dengan membuka diri terhadap setiap informasi yang baik dan kemudian memilih yang terbaik untuk dijadikan pegangan dan diikutinya.
Budaya akademik sebagai sub system perguruan tinggi memegang peranan penting dalam upaya membangun dan menegmbangkan kebudayaan dan peradaban masyarakat (civil society) dan bangsa secara keseluruhan.Budaya akademik sebenarnya merupakan budaya universal. Artinya, dimiliki oleh setiap orang yang melibatkan dirinya dalam aktivitas akademik. Mebangun budaya akademik Perguruan Tinggi merupakan pekerjaan yang tidak mudah, karena ini menyangkut mental para civitas akademik yang terlibat didalamnya.Terciptanya budaya akademiknberarti terciptanya budaya pelajar secara konsisten,sistematis, dan berkesinambungan dalam kehidupan civitas akademika, baik ketika di dalam kampus seperti  kuliah tatap muka di kelas, praktek di lab, membaca di perpustakaan, dan stadium general. Sedangkan di luar kampus seperti seminar, diskusi, penelitian dan pengabdian masyarakat.[3]
Islam memberikan spirit yang begitu tinggi terhadap terciptanya budaya akademik. Misalnya pada QS. An Nissa ayat 162,Allah SWT Berfirman :
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjJ11CBgZFhoQ_AnkT4xPJLpkqyTQOIg3OW-sJNtWQxTtJdAr0GkYaJLeqfjVzw6BmjoHF8hQWXHi6OTUs85b0nGyvjbNDyUeZjQCUjIdlx0zhB0jL0hzupQqzKHGtRsQ5gJAo1PuYQknR6/s400/2.jpg
162.  Tetapi orang-orang yang mendalam ilmunya di antara mereka dan orang-orang mumin, mereka beriman kepada apa yang telah diturunkan kepadamu (Al-Quran), dan apa yang telah diturunkan sebelummu dan orang-orang yang mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan yang beriman kepada Allah dan hari kemudian. Orang-orang itulah yang akan Kami berikan kepada mereka pahala yang besar.

Secara lebih mendalam, fungsi budaya akademik akan tercermin dalam fungsi-fungsi belajar yaitu:
  1. Fungsi fikriyah memperdalam kemampuan berpikir analistis, kritis, sistematis; memperluas kreatifitas bagi dosen dan mahasiswa sesuai dengan kemajuan jaman.
  2. Fungsi ruhiyah, mempertajam intuisi, hati serta mental dosen dan mahasiswa agar lebih peka, lebih inovatif dalam menyelesaikan segala permasalahan di kampus maupun di masyarakat.
  3. Fungsi jasadiyah, meningkatkan keaktifan dan keefektifan dosen dan mahasiswa dalam menuntut ilmu, mengembangkan dan menerapkan ilmu
Pemilikan budaya akademik ini seharusnya menjadi idola semua insan akademisi perguruaan tinggi, yakni dosen dan mahasiswa. Derajat akademik tertinggi bagi seorang dosen adalah dicapainya kemampuan akademik pada tingkat guru besar (profesor). Sedangkan bagi mahasiswa adalah apabila ia mampu mencapai prestasi akademik yang setinggi-tingginya.
Khusus bagi mahasiswa, faktor-faktor yang dapat menghasilkan prestasi akademik tersebut ialah terprogramnya kegiatan belajar, kiat untuk berburu referensi actual dan mutakhir, diskusi substansial akademik, san dibarengi dengan prestasi ibadah dan ketundukan kepada Allah SWT, karena itu merupakan cirri seorang ilmuwan Allah berfirman di dalam Al Qur’an :
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEivEA6rB6Id4n8hXe47tsvWuFEfHj2r26C6xjAkAJFW0UKSrEGMp6ZlgEm4HvikRqXhSuYWsH-_hmFlsM7VTkhGZrA-NTtr8cAU33f1TKmVnApIuJUrtLuBlLTGHjtoV4we67uHUsgTpagx/s400/3.jpg
Dan demikian (pula) diantara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.(QS.Faathir:28)

Dengan melakukan aktivitas seperti itu diharapkan dapat dikembangkan budaya mutu (quality culture) yang secara bertahap dapat menjadi kebiasaan dalam perilaku tenaga akademik dan mahasiswa dalam proses pendidikan di perguruaan tinggi dan dibarengi dengan sikap religius yang baik.

C.      Wujud dan Pendekatan Aktualisasi Nilai-nilai Islam
            Tiga wujud dalam mengaktualisasi nilai-nilai Islam dalam kehidupan kampus:
1.     Aspek Fisik
Aktualisasi nilai-nilai Islam diwujudkan dalam bentuk ibadah (mushalla/masjid), perpustakaan, tulisan (spanduk, dan peraturan).
2.     Aspek kegiatan
Berupa perkuliahan, seminar, kajian, dan lain-lain.
3.     Sikap dan perilaku
Diwujudkan dalam bentuk budaya salam, sapaa, silaturahim dan penampilan.
Muhadjir Effendi menawarkan dua pendekatan untuk mewujudkan sebuah kampus yang bercitrakan agama, yaitu:
1. Pendekatan formal
Pendekatan dalam bentuk kegiatan kurikuler (kegiatan pengajaran secara tatap muka di kelas).
2. Pendekatan Non Formal
Pendekatan dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler.
            Perguruan Tinggi Umum sepertinya akan mengalami benturan struktural dan institusional ketika hendak mewujudkan sebuah kampus religius. Sebab dalam muatan kurikulumnya, masih adanya dualisme antara ilmu agama dan ilmu “sekuler”, antara mata kuliah agama dan mata kuliah umum.
Beberapa metode untuk mengatasi dualisme:
1.     Memasukkan mata kuliah keislaman sebagai bagian kurikulum yang ada.
2.     Menawarkan beberapa mata kuliah pilihan dalam bidang studi Islam, setelah mahasiswa menempuh mata kuliah PAI tingkat dasar pada awal semester, pada semester berikutnya diharusnya memilih studi Islam secara bebas, seperti tafsir dan fiqh.
3.     Diajarkannya mata kuliah filsafat ilmu untuk memberikan latar belakang filosofis mengenai mata kuliah umum yang diajarkan.[4]

D.      Perguruan Tinggi Dalam Mewujudkan Masyarakat Madani
            Dalam rangka mewujudkan masyarakat madani dalam tatanan peran, peluang, dan tantangan yang akan civitas akademika dari Perguruan Tinggi diperlukan proses yang tidak mudah. Oleh karena itu, diperlukan beberapa upaya yang harus dilakukan diantaranya dengan memberikan penyadaran dan pendidikan politik yang optimal kepada setiap penyelenggara negara maupun warga negara. Selain itu, juga perlu diperhatikan kendala yang dihadapi bangsa Indonesia dan upaya mengatasi kendala-kendala tersebut.
Menurut Riswandi Immawan, perguruan tinggi memiliki tiga peranan dalam mewujudkan masyarakat madani. Pertama, pemihakan yang tegas pada prinsip egalitarianisme yang menjadi dasar kehidupan politik yang demokratis, kedua membangun mengembangkan dan mempublikasikan informasi secara objektif dan tidak manipulatif. Ketiga melakukan tekanan terhadap ketidakadilan dengan cara santun dan saling menghormati.Partai politik merupakan wahana bagi warga Negara untuk dapat menyalurkan asipirasi politiknya dan tempat ekspresi politik warga Negara, maka partai politik ini menjadi persyaratan bagi tegaknya masyrakat madani.
Bila kita telusuri sejarah tentang cita-cita terbentuknya masyarakat madani, banyak kalangan yang akan mengatakan bahwa cita-cita tersebut hanyalah “penggembira” dari ketidak-mampuan manusia keluar dari persoalan manusia itu sendiri (dalam konteks berbangsa dan bernegara).
Sejarah orde baru mengatakan bahwa rakyat Indonesia terbatasi dalam lingkup dunia politik, sehingga penguasa saat itu dapat melakukan segala apa yang ia kehendaki. Sehinga yang tercipta adalah terjadinya pendikotomian antara pemerintah (penyelenggara negara) dengan rakyat.
Arena masyarakat madani/sipil adalah arena demokratis, karena pola pikir dan idealismenya bersumber dari kebutuhan rakyat.[5] Kemudian timbul sebuah pertanyaan, benarkah masyarakat madani dapat tercipta? Kami mengatakan dengan tegas “BISA”. Keinginan kuat rakyat untuk meluruskan arah yang telah “dibelokan” oleh penyelenggara negara adalah modal utama. Mereka yang mengatakan bahwa masyarakat madani tidak mungkin tercapai adalah bagian dari penguasa orde baru.[6]

E.      Langkah dalam Mewujudkan Kampus Islami
            Diantara sekian banyak langkah-langkah dalam mewujudkan kampus yang bernuansa Islami ialah dengan kegiatan kurikuler. Kegiatan ini bisa kita contohkan dari beberepa kampus terkemuka di Negara-negara lain yang menerapkan nilai-nilai Islami, seperti Universitas Al-Azhar Kairo Mesir, Universitas Islam Madinah dan International Islamic University Malaysia (IIUM), yang menjadikan penghafalan ayat Al-Qur’an sebagai persyaratan untuk masuk ke universitas tersebut dan lain sebagainya.
            Kegiatan tersebut hanyalah untuk kampus yang sudah diminati oleh orang banyak. Maka untuk sebuah kampus yang kurang diminati agar terciptanya kampus yang religious maka patutnya kita mencontohkan beberapa kampus yang ada di Negara kita sendiri, seperti kampus yang ada di Medan dalam mewujudkan kampus yang religious dengan menjadikan kampus yang terbebas dari asap rokok, membudidayakan salam saat berjumpa dan lain sebagainya.[7]
            Ataupun kampus yang kurang diminati tersebut bisa juga menjadikan sebuah kampus yang religious dengan kegiatan ekstrakulikuler, kegiatan ini sangat banyak, diantaranya:
a)     Melakukan pengajian rutin dalam seminggu sekali.
b)     Memakai busana Islami.
c)     Memeriahkan hari besar Islam, seperti mauled, peringatan tahun baru Islam dan lain sebagainya.
d)     Membudidayakan shalat berjamaah.
e)     Dan lain sebagainya.



BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpulan
            Kampus religious adalah kampus yang bernuansa Islami yang berarti kampus yang menerapkan nilai-nilai Islami, baik dalam segi muatan pendidikan, perilaku insane kampus maupun lingkungan.
            Ada tiga wujud dalam mengaktualisasi nilai-nilai Islam dalam kehidupan kampus:
1.      Aspek Fisik
2.      Aspek kegiatan
3.      Sikap dan perilaku
Menurut Riswandi Immawan, perguruan tinggi memiliki tiga peranan dalam mewujudkan masyarakat madani. Pertama, pemihakan yang tegas pada prinsip egalitarianisme yang menjadi dasar kehidupan politik yang demokratis, kedua membangun mengembangkan dan mempublikasikan informasi secara objektif dan tidak manipulatif. Ketiga melakukan tekanan terhadap ketidakadilan dengan cara santun dan saling menghormati.Partai politik merupakan wahana bagi warga Negara untuk dapat menyalurkan asipirasi politiknya dan tempat ekspresi politik warga Negara, maka partai politik ini menjadi persyaratan bagi tegaknya masyrakat madani.
Perguruan Tinggi Umum sepertinya akan mengalami benturan struktural dan institusional ketika hendak mewujudkan sebuah kampus religius. Sebab dalam muatan kurikulumnya, masih adanya dualisme antara ilmu agama dan ilmu “sekuler”, antara mata kuliah agama dan mata kuliah umum

B.      Saran
            Dalam penulisan makalah ini masih sangat banyak terdapat kesalahan, baik berupa penyusunan kalimat, bahasa bahkan tulisan. Maka karena demikian, penulis sangat mengharapkan kritikan yang bersifat membangun dari para pembaca, guna untuk kesempurnaan makalah ini.


DAFTAR PUSTAKA


Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, Jakarta: PT Grafindo Persada, 2010


Abu Ahmadi, Pendidikan dari masa ke masa, Bandung: Armico, 1987

Fahri Hamzah, Negara, Pasar, dan Rakyat Pencarian Makna, Relevansi, dan Tujuan, Jakarta: Yayasan Faham Indonesia

Arahan Bapak Nazaruddin Abdullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Kampus Institut Agama Islam Almuslim Aceh, 24 Mei 2014



[1]  http://definisi-pengertian.blogspot.com/2010/12/pengertian-reformasi.html
[2]  Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: PT Grafindo Persada, 2010). Hal 23
[3] http://klinikbk.blogspot.com/2012/05/v-behaviorurldefaultvmlo.html
[4] Abu Ahmadi, Pendidikan dari masa ke masa, (Bandung: Armico, 1987). Hal, 55
[5] Fahri Hamzah, Negara, Pasar, dan Rakyat Pencarian Makna, Relevansi, dan Tujuan, (Jakarta: Yayasan Faham Indonesia, 2011), hlm. 574-575.
[6]  Ibid,,
[7]  Arahan Bapak Nazaruddin Abdullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Kampus Institut Agama Islam Almuslim Aceh: 24 Mei 2014) Pukul 15:23

PENGKAJI KEISLAMAN OUTSIDER, INSIDER DAN SCOPE KAJIAN ISLAM

BAB 1
PENDAHULUAN

A.     Latar belakang
            Pengkajian Islam jika dilihat dari sisi para pengkajinya, dapat dikategorikan dalam dua kelompok, yakni kelompok Outsider dan Insider . Dalam tradisi lama,kajian keislaman dalam perspektif Insider lebih bersifat transmisi karena mereka melakukan kajian dan penelitian lebih banyak mengulang dari apa saja yang telah disampaikan oleh gurunya. Islam saat ini tidak lagi dipandang sebagai agama eksklusif, namun sebaliknya, sebagai agama yang insklusif. Hal ini tampaknya menunjukkan suatu fakta bahwa Islam sebagai agama yang mengayomi seluruh umat manusia menjadi realitas yang terbuka dalam pembuktiannya.
                                                        
B.     Rumusan Masalah
  1. Apa Karakteristik Islamic studies ?
  2. Bagaimana Islamic Studies dalam Perspektif  Outsider ?
  3. Bagaimana Islamic Studies dalam Perspektif Insider ?

C.     Tujuan
  1. Untuk mengetahui  Karakteristik Islamic studies!
  2. Untuk mengetahui Islamic Studies dalam Perspektif  Outsider!
  3. Untuk mengetahui Islamic Studies dalam Perspektif  Insider !

D.    Sasaran Yang Ingin Di Capai
            Semoga dengan adanya makalah ini dapat bermanfaat terutama bagi penulis sendiri dan bagi pembaca lainnya serta menambah wawasan dalam bidang karya ilmiah


  

BAB II
PENGKAJI KEISLAMAN OUTSIDER, INSIDER
DAN SCOPE KAJIAN ISLAM

A. Karakteristik Islamic Studies
             Pengkajian Islam jika dilihat dari sisi para pengkajinya, dapat dikategorikan dalam dua kelompok, yakni kelompok Outsider dan Insider . Islam saat ini tidak lagi dipandang sebagai agama eksklusif, namun sebaliknya, sebagai agama yang insklusif. Hal ini tampaknya menunjukkan suatu fakta bahwa Islam sebagai agama yang mengayomi seluruh umat manusia menjadi realitas yang terbuka dalam pembuktiannya.
             Islam sebagai agama samawi, sepanjang sejarah, telah ditelaah oleh dua kalangan di atas dengan berbagai perspektif maupun pendekatan yang mereka kuasai. Dalam perkembangannya, dari kalangan Insider, para tokoh yang muncul adalah sarjana-sarjana dari kalangan muslim yang memiliki pandangan kritis dalam mengkaji Islam. Mereka tidak sampai pada peningkaran dogma-dogma agama secara absolut, namun mereka dalam mengkaji Islam lebih kritis jika dibandingkan pandangan umum masyarakat Islam.[1]
            Untuk melihat lebih jauh dan mendudukkannya secara tepat dan porposional terhadap dua kelompok pengkajikan Islam ( Outsider dan Insider ) tersebut di atas, penulis akan memaparkan deskripsi keduanya berdasarkan informasi pustaka dan kenyataan yang ada.

1.      Islamic Studies Dalam Perspektif Outsider
            Pengkajian keislaman dapat pula dilakukan oleh para ilmuan dari luar kalangan Islam sendiri. Sarjana-sarjana Barat tampaknyaamat tertarik dengan dinamika um at Muslim di dunia ini. Fenomena ini telah muncul sejak lama ketika sarjana Barat merasa perlu melakukan sikap pertahanan diri atas keyakinan yang diyakininya hingga sekarang mereka memandang perlu melakukan pengkajian Islam berdasarkan bagaimana Islam dipahami oleh umatnya. Pemahaman dan langkah penelitian dengan dasar bagaimana Islam dipahami oleh umatnya ini dikenal dengan pendekatan fenomenologi. Mereka sadar bahwa selama ini banyak sarjana Barat telah melakukan pendekatan yang salah karena mereka menggunakan paradigma dan teori mereka sendiri dalam mengkaji Islam sehingga pembahasannya menjadi bias, tidak lagi objektif  berdasarkan realitas Islam yang dipahami dan diamalkan oleh umatnya.
            Kajian keislaman dalam perspektif outsider sebenarnya pada mulanya berangkat dari semangat pemahaman kajian orientalis. Di samping itu, terdapat fenomena yang menyeruak di hadapan para sarjana Barat bahwa Islam merupakan sebuah agama yang sangat cepat perkembangannya, bahkan secara kuantitas sudah mendekati jumlah komunitas Kristen di dunia ini.
            Studi islam yang dilakukan oleh kebanyakan sarjana-sarjana Barat yang non- Muslim itu kemudian disebut Islamic Studies dalam perspektif  Outsider. Sebagaimana telah dijelaskan di atas, Islam bukan lagi sebagai otoritas mutlak bagi umat pemeluknya dalam pengkajiannya, namun terbuka bagi kalangan mana saja untuk melakukan kajian Islam, akan tetapi dalam kajian keislaman ini ada dua hal yang perlu diperhatikan.
            Beberapa dasawarsa terakhir ini, studi keislaman sudah diterima dengan mantap dalam dunia keilmuan di Barat sebagai satu spesialisasi disiplin keilmuan yang di akui.  Pada awalnya, kajian keislaman merupakan bagian terpenting bagi oriantelisme. Hal ini kemudian mengakibatkan metodelogi yang berkembang dalam disiplin filologi dan sejarah terus berperan dalam kajian keislaman hingga saat ini. [2]
            Kajian keislaman dalam perspektif outsider ini telah melahirkan beberapa hasil penelitian. Beberapa buku perkenalan umum tentang Islam sebagai agama dan peradaban oleh penulis tunggal menunjukkan pentingnya pendekatan multi-disipliner, meskipun pencarian suatu karya ideal dalam kapasitas ini masih terus berlangsung dan tujuannya mungkin akan terus bergema. Di samping itu, karya klasik  Marshall GS. Hodgson, The Venture of Islam ( 1961 ) merupakan tulisan yang mendobrak pendekatan lama terhadap sejarah dan umat  Islam masih terus dipergunakan. Hasil penelitian ini terdiri dari tiga jilid sesuai pembagian sejarah Islam. Disamping tebalnya buku ini, gaya bahasanya yang khas dan berbelit-belit sering membuat banyak mahasiswa, termasuk orang Amerika sendiri, mengalami kesulitan dalam memahaminya, hingga sering dianggap sebagai bacaan lanjutan bagi yang ingin mendalami subjek keislaman.


2.      Islamic Studies dalam Perspektif Insider
            Islam sebagai objek kajian senantiasa menarik sering dengan berkembangnya pendekatan , disiplin ilmu, dan metodelogi. Oleh karena itu, pengkajian Islam yang dilakukan oleh para ilmuan baik dari kalangan sarjana Muslim sendiri maupun sarjana Barat tidak akan berhenti. Ketertarikan para peneliti tampaknya lebih merupakan kedinamisan Islam dan masyarakatnya, dank arena banyaknya tantangan yang dihadapi Umat Muslim dalam mengaktualisasikan  ajaran-ajarannya. Kajian dari kalangan Insider lebih dalam lagi karena ingin memberikan respons Islam atas tantangan kontemporer.
            Pengkajian Islam dalam perspektif insider kini mulai menunjukkan kecenderungan yang cukup kritis. Dari segi ajaran, buku Fazlur Rahman, Islam (edisi kedua 1979) yang sudah mengalami banyak cetak ulang, merupakan buku pengantar wajib untuk mata kuliah Islamic Studies di universitas di Eropa dan Amerika. Kajian kritis tentang Islam telah dilakukan oleh Nashr Hamid Abu Zayd dalam bukunya, Naqd al-Khithab al-Dini (1994) merupakan buku yang mengkaji tentang wacana agama dengan perspektif wacana Islam kritis. Buku ini menjelaskan bahwa pertentangan dalam wacana agama yang terjadi sekarang ini bukanlah sekadar pertentangan di seputar teks-teks agama ataupun interpretasi terhadapnya, melainkan pertentangan menyeluruh yang meliputi semua aspek kesejarahan, social, politik dan ekonomi; pertentangan yang melibatkan kekuatan-kekuatan takhayul dan mitos atas nama agama.
            Buku Alwi Shihab, Membedah Islam di Barat: Menepis Tudingan, Meluruskan Kesalahpahaman (2004) merupakan satu buku yang banyak mendapat pujian dari berbagai kalangan. [3]
           Tulisan Bassam Tibi (et.al.), Islamic Political Ethic: civil Society, Plurarism, and Ethics, yang diterjemahkan oleh Syafiq Hasyim dkk. Menjadi Etika Politik Islam: Civil Society, Pluralisme, dan Konflik (2005). Buku ini memang ditulis oleh sepuluh ilmuan. Para pengarang mengkaji etika politik Islam tentang Civil Society, batas wilayah, pluralisme, perang dan damai. Mereka membahas pertanyaan-pertanyaan tentang keragaman, yang mendiskusikan antara lain kebijakan rezim-rezim Islamis terhadap wanita dan minoritas agama. Bab-bab tentang perang dan damai membahas isu-isu penting dan hangat seperti etika islam tentang jihad, yang mengkaji baik kondisi-kondisi yang sah untuk mendeklarasikan perang dan cara perang yang layak.
            Dalam pembahasan mereka, para penulis buku ini menganalisis karya-karya penulis klasik dan sejumlah reinterpretasi modern. Akan tetapi, diluar analisis pemikir kontemporer dan klasik ini, tulisan-tulisan dalam buku ini juga menggunakan dua sumber dasar etika Islam-Alquran dan hadist untuk mendapatkan pencerahan segar tentang bagaimana Islam dan orang-orang memberikan sumbangan pada masyarakat ia abad ke-21 ini.
            Para penulis buku ini, disamping Bassam Tibi adalah Dale F. Eickelman, Sohai H.Hasyim, Farhad Kazemi, John Kelsey, Muhammad Khalid Masud, Sulayman Nyang, dan M. Raquibuz Zaman. Para penulis ini tidak semuanya Muslim.





BAB III
PENUTUP

A.     KESIMPULAN
             Pengkajian Islam jika dilihat dari sisI para pengkajinya, dapat dikategorikan dalam dua kelompok, yakni kelompok Outsider dan Insider . Dalam tradisi lama,kajian keislaman dalam perspektif Insider lebih bersifat transmisi karena mereka melakukan kajian dan penelitian lebih banyak mengulang dari apa saja yang telah disampaikan oleh gurunya Islam saat ini tidaK lagi dipandang sebagai agama eksklusif, namun sebaliknya, sebagai agama yang insklusif. Hal ini tampaknya menunjukkan suatu fakta bahwa Islam sebagai agama yang mengayomi seluruh umat manusia menjadi realitas yang terbuka dalam pembuktiannya.



B.     SARAN
            Semoga dengan adanya makalah ini dapat bermanfaat terutama bagi penulis sendiri dan bagi pembaca lainnya serta menambah wawasan dalam bidang karya ilmiah




DAFTAR PUSTAKA


Dr. Jamali Sahrodi, Metodelogi Studi Islam, Bandung :Pustaka Setia,2008

Nur A. Fadhil Lubis, Beberapa Trend Baru dalam Kajian Keislaman di Amerika Serikat: Suatu Survey kepustakaaan, makalah: 1994

Alwi Shihab, Membedah Islam di Barat: Menepis Tudingan, Meluruskan Kesalahpahaman, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,2004



[1] Dr. Jamali Sahrodi, Metodelogi Studi Islam, ( Bandung :Pustaka Setia,2008 ) hlm,179
[2] Nur A. Fadhil Lubis, Beberapa Trend Baru dalam Kajian Keislaman di Amerika Serikat: Suatu Survey kepustakaaan, (makalah: 1994), hlm.3
[3] Alwi Shihab, Membedah Islam di Barat: Menepis Tudingan, Meluruskan Kesalahpahaman,( Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,2004)

AMALAN AGAR SELAMAT IMAN KETIKA SAKARATUL MAUT

🔔 FAEDAH🔔 فائدة عن سيدى عبد الوهاب الشعرانى نفعنا الله به أن من واظب على قراءة هذين البيتين فى كل يوم جمعة توفاه الله على الإسلام م...