Translate

Kamis, 11 September 2014

PENDEKATAN FILOLOGIS DAN HISTORIS




BAB 1
PENDAHULUAN

A.     Latar belakang
Pendekatan historis ini adalah suatu pandangan umum tentang pandangan metode pengajaran secara suksesif sejak dulu sampai sekarang. Menurut Kuntowijoyo, sejarah bersifat empiris sedangkan agama bersifat normatif. Sejarah itu empiris karena bersandar pada pengalaman manusia. Sedangkan ilmu agama dikatakan normatif bukan berarti tidak ada unsur empirisnya, melainkan normatiflah yang menjadi rujukan.
            Berikut ini ada beberapa tema yang akan dibahas yeng bersangkutan dengan pendekatan histories :
  1. Kitab suci
  2. Kenabian Muhammad
  3. Institusi-institusi Keislaman
  4. Hubungan Islam-Kristen
            Untuk mengetahui lebih jauh, penulis mencoba membahasnya dengan sebuah makalah yang berjudul “ PENDEKATAN FILOLOGIS DAN HISTORIS”.


B.     Rumusan Masalah
  1. Apa pengertian Historis?
  2. Apa pengertian Kitab suci?
  3. Apa pengertian Kenabian Muhammad?
  4. Apa pengertian Institusi keislaman?
  5. Bagaimana hubungan Islam-Kristen?





C.     Tujuan
  1. Untuk mengetahui pengertian Historis!
  2. Untuk mengetahui pengertian Kitab suci!
  3. Untuk mengetahui pengertian Kenabian Muhammad!
  4. Untuk mengetahui pengertian Institusi keislaman!
  5. Untuk mengetahui hubungan Islam-Kristen!

D.    Sasaran Yang Ingin Di Capai
            Semoga dengan adanya makalah ini dapat bermanfaat terutama bagi penulis sendiri dan bagi pembaca lainnya serta menambah wawasan dalam bidang karya ilmiah.
 


BAB II
PENDEKATAN FILOLOGIS DAN HISTORIS

Pendekatan Historis
Ditinjau dari sisi etimologi, kata sejarah berasal dari bahasa Arab syajarah (pohon) dan dari kata history dalam bahasa Inggris yang berarti cerita atau kisah. Kata history sendiri lebih populer untuk menyebut sejarah dalam ilmu pengetahuan. Jika dilacak dari asalnya, kata history berasal dari bahasa Yunani istoria yang berarti pengetahuan tentang gejala-gejala alam, khususnya manusia.
Melalui  pendekatan ini, seseorang diajak untuk memasuki keadaan yang sebenarnya berkenaan dengan penerapan suatu peristiwa. Pendekatan sejarah ini amat diperlukan dalam memahami agama karena agama itu turun dalam situasi konkrit, bahkan berkaitan dengan kondisi sosial kemasyarakatan. Dalam hubungan ini, Kuntowijoyo telah melakukan studi yang mendalam terhadap agama yang dalam, hal ini Islam menurut pendekatan sejarah ketika ia mempelajari Al Qur’an sampai pada kesimpulan bahwa pada dasarnya kandungan Al Qur’an itu  terbagi menjadi dua bagian, yaitu; konsep dan kisah sejarah.
Pendekatan historis ini adalah suatu pandangan umum tentang pandangan metode pengajaran secara suksesif sejak dulu sampai sekarang.[1] Menurut Kuntowijoyo, sejarah bersifat empiris sedangkan agama bersifat normatif. Sejarah itu empiris karena bersandar pada pengalaman manusia. Sedangkan ilmu agama dikatakan normatif bukan berarti tidak ada unsur empirisnya, melainkan normatiflah yang menjadi rujukan.
Jika pendekatan sejarah bertujuan untuk menemukan gejala-gejala agama dengan menelusuri sumber di masa islam, maka pendekatan ini bisa didasarkan kepada personal historis atau atas perkembangan kebudayaan pemeluknya. Pendekatan semacam ini berusaha untuk menelusuri awal perkembangan tokoh keagamaan secara individual, untuk menemukan sumber-sumber dan jejak perkembangan perilaku keagamaan sesuai dialog dengan dunia sekitarnya, serta mencari pola-pola interaksi antara agama dan masyarakat. Pendekatan sejarah pada akhirnya akan membimbing ke arah pengembangan teori tentang evolusi agama dan perkembangan kelompok-kelompok keagamaan.[2]
            Bersamaan dengan pendekatan filologis, pendekatan kesejarahan juga sangat dominan dalam tradisi kajian islam modern. Kajian terhadap naskah-naskah klasik keislaman telah merangsang mereka untuk mengoperasikan pendekatan kesejarahan berdasarkan dokumen-dokumen yang telah ada.
            Berikut ini ada beberapa tema yang akan dibahas yeng bersangkutan dengan pendekatan histories :
              
1.      Kitab Suci
           Salah satu pedoman hidup dalam beragama adalah kitab suci, kitab suci agama Islam adalah Al-Qur’an. Sebagai simbol keabsahan suatu agama dan pedoman bagi para penganutnya, Islam memiliki nilai yang tinggi bagi para penganutnya. Keyakinan ini sepertinya masih salah dipahami oleh orang-orang Barat, terutama mereka yang masih terpengaruh oleh doktrin lama agama mereka, yakni agama Yahudi dan agama Nasrani.
           Pada awalnya, Yahudi dan Nasrani tidak mengakui Al-Qur’an sebagai wahyu Allah swt. Penolakan ini terjadi dan dilakukan oleh sarjana-sarjana Barat terhadap sikap Maurice Bucaile disaat memperlakukan sama dan sejajar antara Al-Qur’an dengan kitab-kitab terdahulu sebagai wahyu yang tertulis.[3]
Studi al-Qur’an yang dilakukan sarjana Barat pada dasarnya terfokus pada persoalan-persoalan kritis yang mengelilingi kitab suci orang Islam ini. Persoalan-persoalan tersebut seperti pembentukan teks al-Qur’an, kronologis turunnya al-Qur’an, sejarah teks, variasi bacaan, hubungan antara al-Qur’an dengan kitab sebelumnya, dan isu-isu lain seputar itu.
Kebanyakan karya dalam problem itu dilakukan oleh sarjana abad 19, yang paling penting adalah Theodor Noldeke. Kajian kritis terhadap al-Qur’an adalah juga dilakukan oleh sekelompok sarjana Jerman bekerjasama dengan sarjana lain. Proyek ini berhenti saat terjadi pengeboman kota Munich dalam Perang Dunia II yang menghancurkan manuskrip dan bahan-bahan lain.
Kesalahpahaman orang-orang Barat terhadap Islam memiliki dasar sentiment, fanatisme dan sikap ketidak adilan. Hal ini terungkap saat dibukanya dokumen “Orientasi untuk Dialog antara Ummat Kristen dan Ummat Islam”.[4]

2.      Kenabian Muhammad saw
            Aspek kenabian dalam lingkup pembicaraan agama-agama besar dunia merupakan sesuatu yang mesti diperjelas. Nabi-nabi besar yang telah diutus oleh Allah SWT.telah  membuktikan kasih sayang-Nya kepada para makhluk.
            Sejak awal sejarah Islam, kaum Muslimin berpandangan bahwa rentetan Rasul-rasul Allah berakhir pada Muhammad: “ Muhammad bukan bapak dari salah seorang dari kalian; dia adalah Rasul Allah dan Nabi yang terakhir”(QS. 33:40). Penafsiran ini menurut Fazlur Rahman memang benar, namun bagi kalangan outsider terasa agak bersifat dogmatif dan kurang rasional. Untuk memperoleh penafsiran ini, para pemikir mengemukakan beberapa argumentasi. Argumentasi-argumentasi ini mempunyai dua buah landasan yang berbeda, namun saling berhubungan dan melengkapi.[5]
            Beberapa modernis Muslim sangat yakin bahwa melalui Islam beserta kitabnya, manusia telah mencapai kedewasaan rasional dan oleh karena itu tidak diperlukan wahyu-wahyu Tuhan lagi. Akan tetapi, karena umat manusia masih mengalami kebingungan moral, maka agar konsisten dan berarti, argumentasi ini harus ditambahkan dengan: bahwa kedewasaan moral seseorang manusia bergantung pada perjuangannya yang terus menerus untuk mencapai petunjuk dari kitab-kitab Allah, khususnya Al-Quran dan bahwa manusia belum menjadi dewasa dengan pengertian ia dapat hidup tanpa petunjuk Allah. Selanjutnya Rahman berpandangan bahwa pemahaman yang memuaskan mengenai petunjuk Allah tidak lagi bergantung pada pribadi-pribadi “pilihan”, tetapi telah memiliki sebuah fungsi kolektif.
            Proposisi bahwa Muhammad adalah Nabi yang terakhir didukung oleh kenyataan bahwa sebelum Islam, tidak ada gerakan regilius yang bersifat global, memang ada penyiar-penyiar agama, tetapi diantara mereka tidak ada yang berhasil. Akan tetapi, keyakinan bahwa Muhammad adalah Rasul Allah yang terakhir ini jelas sekali merupakan sebuah tanggung jawab yang berat terhadap orang-orang yang mengaku sebagai Muslim.[6]

3.      Institusi-institusi Keislaman
             Islam berkembang sebagai agama yang memiliki kandungan nilai-nilai ilmiah, rasional dan mistik. Hal tersebut karena perkembangan ini membawa dampak pada aspek lain, di antaranya pada pembentukan institusi-institusi Islam.  Secara politis, pada masa awal Islam telah muncul system khilafah sebagai institusi Islam dalam wilayah pengaturan kekuasaan politik. Kepemimpinan Islam merupakan kepemimpinan yang dipilih melalui primus interpares, bukan kekuasaan turun temurun seperti kerajaaan.
             Secara antropologis, dalam pengaturan untuk memenuhi kebutuhan akan pemuas seksual, masyarakat Muslim membentuk lembaga pernikahan. Dalam ajaran Islam, pernikahan merupakan institusi yang sakral, tidak hanya dianggap sebagai upacara rutinitas, namun memiliki nilai ibadah sehingga seorang Muslim menikah bukan karena semata-mata memenuhi kebutuhan seksual, melainkan beribadah juga.
             Dalam aspek ritual, haji muncul sebagai institusi Islam yang cukup spektakuler memiliki dampak kegiatan yang luas. Begitu juga, shalat merupakan kegiatan yang dapat dilihat pubklik dunia, sebab dimana ada umat Islam di situ akan ada tempat ibadah. Puasa, sebagai ibadah yang telah diwajibkan kepada umat-umat sebelum Islam, menjadi institusi yang mewarnai aktivitas tahunan umat Islam selama satu bulan. Zakat sebagai lembaga ekonomi dalam Islam merupakan karakteristik khas institusi dalam Islam sekalipun belum berjalan secara optimal pemamfaatannya bagi umat Islam.[7]
            
4.      Hubungan Islam-Kristen
             Kontroversi antara Islam-Kristen memiliki akar sejarah yang cukup panjang. Jelas bahwa pemahaman diri dan watak kedua agama itu yang “Universal” hanya mempersubur rasa permusuhan tersebut. Pada umumnya, setiap pihak memandang dirinya sebagai agama yang mutlak, yang tidak dapat mengakui agama lain di luar dirinya sebagai sama-sama bernilai . 
            Disamping watak universalitas Kristen, yang menegaskan bahwa kebenarannya tidak hanya berarti untuk orang-orang Kristen, tetapi juga untuk seluruh umat manusia dan harus sama-sama dianut, seorang misionaris, atau bahkan setiap orang Kristen yang terlibat dalam kerja misi, selalu dipandang sebagai mengorek luka lama. Bahkan, jika seseorang bekerja bukan maksud untuk mengajak orang lain berpindah agama, melainkan benar-benar dengan semangat cinta dan pengabdian tulus kepada orang lain, kerja semacam itu tetap dipandang sebagai perlu dipertanyakan motifnya.
            Sebenarnya, perbedaan pandangan ini telah terjadi sejak lama. Hal ini dapat dimuat pengalaman Maurice Bucaille, dokter asal Perancis yang tekun meneliti tentang kitab-kitab agama besar dunia.[8]
            Secara internasional, telah dilakukan perbaikan hubungan antara Kristen dan Islam. Setelah dikeluarkannya Dokumen “Orientasi untuk Dialog antara Umat Kristen dan Umat Islam” oleh konsili Vatican II ( 1963-1965 ) maka telah diupayakan usaha-usaha konkrit.
            Kajian keislaman di kalangan para orientalis lebih menunjukkan kemampuan mereka secara metodologis terhadap berbagai disiplin ilmu yang relavan dengan objek kajian dalam mengkaji Islam. Hal ini dapat dilihat pada berbagai pendekatan yang mereka pergunakan mulai dari pendekatan filologis, histories, dan bahkan pendekatan-pendekatan lain semisal sosiologis, antropologis, fenomenologis, dn sebagainya. Namun demikian, di kalangan orientali kolonialistik, kemampuan mereka mengkaji Islam lebih cenderung untuk menggali kelemahan Islam. Hal ini berbeda dengan orientalis di era modern yang lebih cenderung fenomenologis, mereka memahami Islam sebagaimana Islam dipahami oleh umat Islam itu sendiri.




 BAB III
            PENUTUP     
A.  KESIMPULAN
Pendekatan historis ini adalah suatu pandangan umum tentang pandangan metode pengajaran secara suksesif sejak dulu sampai sekarang. Menurut Kuntowijoyo, sejarah bersifat empiris sedangkan agama bersifat normatif. Sejarah itu empiris karena bersandar pada pengalaman manusia. Sedangkan ilmu agama dikatakan normatif bukan berarti tidak ada unsur empirisnya, melainkan normatiflah yang menjadi rujukan.
            Berikut ini ada beberapa tema yang akan dibahas yeng bersangkutan dengan pendekatan histories :
  1. Kitab suci
  2. Kenabian Muhammad
  3. Institusi-institusi Keislaman
  4. Hubungan Islam-Kristen



B.  SARAN
            Semoga dengan adanya makalah ini dapat bermanfaat terutama bagi penulis sendiri dan bagi pembaca lainnya serta menambah wawasan dalam bidang karya ilmiah.
 


DAFTAR PUSTAKA

Fazlur Rahman, Tema Pokok Al-Quran, Bandung:Pustaka, 1983.

Dudung Abdurrahman. Pendekatan Sejarah.

Maurice Bucaille, Bibel, Qur’an dan Sains Modern, Jakarta:Bulan Bintang, 1978.

Zakiah Daradjat, Metodologi Pengajaran Agama Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1996.
Dr. Jamali Sahrodi, Metodelogi Pendidikan Islam, Bandung: CV Pustaka Setia, 2008.















[1]  Zakiah Daradjat, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1996), hlm. 1
[2] Dudung Abdurrahman. Pendekatan Sejarah, hlm. 49
[3] Maurice Bucaille, Bibel, Qur’an dan Sains Modern, (Jakarta:Bulan Bintang, 1978), hlm. 4
[4]  Ibid, hlm.5
[5] Fazlur Rahman, Tema Pokok Al-Quran,( Bandung:Pustaka, 1983), hlm. 118
[6] Ibid, hlm.119
[7] Dr. Jamali Sahrodi, Metodelogi Studi Islam,(Bandung:CV Pustaka Setia, 2008), hlm.128
[8] Maurice Bucaiile,Bibel,Quran dan sains modern, (Jakarta: Bulan Bintang,1978), hlm.130              

WAWASAN NUSANTARA SEBAGAI GEOPOLITIK INDONESIA




BAB 1
PENDAHULUAN
1.1  Latar belakang
Secara konsepsional, wawasan nusantara (Wawasan) merupakan wawasan nasionalnya bangsa Indonesia. Perumusan wawasan nasional bangsa Indonesia yang selanjutnya disebut Wawasan Nusantara, itu merupakan salah satu konsepsi politik dalam ketatanegaraan Republik Indonesia. Wawasan Nusantara sebagai wawasan nasionalnya bangsa Indonesia dibangun atas pandangan geopolitik bangsa. Pandangan bangsa Indonesia didasarkan pada konstelasi lingkungan tempat tinggalnya yang menghasilkan konsepsi Wawasan Nusantara.jadi Wawasan Nusantara merupakan penerapan dari teori geopolitik bangsa Indonesia.
            Untuk mengetahui lebih jauh, penulis mencoba membahasnya dengan sebuah makalah yang berjudul “ WAWASAN NUSANTARA SEBAGAI GEOPOLITIK INDONESIA”

1.2  Rumusan Masalah
  1. Apa pengertian, hakikat, dan kedudukan Wawasan Nusantara?
  2. Apa pengertian Geopolitik?
  3. Bagaimana Wawasan Nusantara sebagai Geopolitik Indonesia?
  4. Bagaimana Perwujudan Wawasan Nusantara?

1.3  Tujuan
  1. Untuk mengetahui pengertian, hakikat, dan kedudukan Wawasan Nusantara!
  2. Untuk mengetahui pengertian Geoplitik!
  3. Untuk mengetahui Wawasan Nusantara sebagai Geopolitik Indonesia!
  4. Untuk mengetahui Perwujudan Wawasan Nusantara!

1.4  Sasaran Yang Ingin Di Capai
            Semoga dengan adanya makalah ini dapat bermanfaat terutama bagi penulis sendiri dan bagi pembaca lainnya serta menambah wawasan dalam bidang karya ilmiah.



BAB II
WAWASAN NUSANTARA SEBAGAI GEOPOLITIK INDONESIA

2.1 PENGERTIAN, HAKIKAT, DAN KEDUDUKAN WAWASAN NUSANTARA
     A. Pengertian Wawasan Nusantara
          Secara etimologis, Wawasan Nusantara berasal dari kata Wawasan dan Nusantara. Wawasan berasal dari kata Wawas (bahasa jawa) yang berarti pandangan, tinjauan dan penglihatan indrawi. Jadi wawasan adalah pandangan, tinjauan, penglihatan, tanggap indrawi. Wawasan berarti pula cara pandang dan cara melihat. Nusantara berasal dari kata nusa dan antara. Nusa artinya pulau atau kesatuan kepulauan. Antara artinya menunjukkan letak antara dua unsur. Jadi Nusantara adalah kesatuan kepulauan yang terletak antara dua benua, ian yaitu benua Asia dan Australia, dan dua samudra, yaitu samudra Hindia dan Pasifik. Berdasarkan pengertian modern, kata “nusantara” digunakan sebagai pengganti nama Indonesia.

         Sedangkan terminologis, Wawasan menurut beberapa pendapat sebagai berikut :
a.      Menurut prof. Wan Usman, “Wawasan Nusantara adalah cara pandang bangsa Indonesia mengenai diri dan tanah airnya sebagai Negara kepulauan dengan semua aspek kehidupan yang beragam.”
b.      Menurut GBHN 1998, Wawasan Nusantara adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya, dengan dalam penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
c.      Menurut kelompok kerja Wawasan Nusantara untuk diusulkan menjadi tap. MPR, yang dibuat Lemhannas tahun 1999, yaitu “cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya yang serba beragam dan bernilai strategis dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah dalam penyelenggaraan kehipan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara untuk mencapai tujuan nasional.”

          Berdasarkan pendapat-pendapat diatas, secara sederhana wawasan nusantara berarti cara pandang bangsa Indonesia terhadap diri dan lingkungannya.
B.     Hakikat Wawasan Nusantara
           Kita memandang bangsa Indonesia dengan Nusantara merupakan satu kesatuan. Jadi, hakikat Wawasan Nusantara adalah keutuhan dan kesatuan wilayah nasional. Dengan kata lain, hakikat Wawasan  Nusantara adalah “persatuan bangsa dan kesatuan wilayah.
           Dalam GBHN disebutkan bahwa hakikat Wawasan Nusantara diwujudkan dengan menyatakan kepulauan nusantara sebagai satu kesatuan politik, ekonomi, social budaya, dan pertahanan keamanan.

     C.   Kedudukan Wawasan Nusantara
           Wawasan Nusantara berkedudukan sebagai visi bangsa. Wawasan nasional merupakan visi bangsa yang bersangkutan dalam menuju masa depan. Visi bangsa Indonesia sesuai dengan konsep Wawasan Nusantara adalah menjadi bangsa yang satu dengan wilayah  yang satu dan utuh pula. Kedudukan Wawasan Nusantara sebagai salah satu konsepsi ketatanegaran Republik Indonesia.

2.2.  WAWASAN NUSANTARA SEBAGAI GEOPOLITIK INDONESIA
     A.   Geopolitik sebagai Ilmu Bumi Politik
           Geopolitik secara etimologi berasal dari bahasa yunani, yaitu Geo yang berarti bumi dan tidak lepas dari pengaruh letak serta kondisi geografis bumi yang menjadi wilayah hidup. Geopolitik dimaknai sebagai penyelenggaraan Negara yang setiap kebijakannya dikaitkan dengan masalah-masalah geografi wilayah atau tempat tinggal suatu bangsa.
           Istilah geopolitik pertama kali diartikan oleh Frederich Ratzel sebagai ilmu bumi politik (political geography) yang kemudian diperluas oleh Rudolf Kjellen menjadi geographical politic, disingkat geopolitik.

Teori-Teori Geopolitik :
a.      Teori Geopolitik Frederich Ratzel (1844-1904), berpendapat bahwa negara itu seperti organisme yang hidup. Pertumbuhan Negara mirip dengan pertumbuhan organisme yang memerlukan ruang hidup (lebensraum) yang cukup agar dapat tumbuh dengan subur. Makin luas ruang hiduo maka Negara akan semakin bertahan, kuat, dan maju. Teori ini dikenal sebagai teori organisme atau teori biologis.
b.      Teori Geopolitik Rudolf Kjellen (1864-1922), Negara adalah satuan dan sistem politik yang menyeluruh yang meliputi bidang geopolitik, ekonomi politik , demo politik social politik, dan krato politik. Negara sebagai organisme yang hidup dan intelektual harus mampu mempertahankan dan mengembangkan dirinya dengan melakukan ekspansi.
c.      Teori Geopolitik Karl Haushofer (1896-1946), melanjutkan pandangan Ratzel dan Kjellen terutama pandangan tentang lebensraum dan paham ekspansionisme. Jika jumlah penduduk suatu wilayah Negara semakin banyak sehingga tidak sebanding lagi dengan luas wilayah, maka Negara tersebut harus berupaya memperluas wilayahnya sebagai ruang hidup bagi warga Negara. Untuk mencapai maksud tersebut, Negara harus mengusahakan :
·       Autarki, yaitu cita-cita untuk memenuhi kebutuhan sendiri tanpa         bergantung pada Negara lain.
·      Wilayah-wilayah yang dikuasai (pan-regional), yaitu:
a.       Pan Amerika sebagai “perserikatan wilayah” dengan Amerika Serikat sebagai pemimpinnya.
b.      Pan Asia Timur, mencakup bagian timur Benua Asia, Australia dan wilayah kepulauan dimana Jepang sebagai penguasa.
c.       Pan Rusia India yang mencakup wilayah Asia Barat, Eropa Timur, dan rusia yang dikuasai Rusia.
d.      Pan Eropa Afrika mencakup Eropa Barat , tidak termasuk Inggris dan Rusia dikuasai oleh jerman.
Teori geopolitik Karl Haushofer ini dipraktikkan oleh Nazi Jerman dibawah  pimpinan Hittler sehingga menimbulkan perang dunia dua.
d.      Teori Geopolitik Halford Mackinder (1861-1947), mempunyai konsepsi geopolitik yang lebih strategik, yaitu dengan penguasaan daerah-daerah ‘jantung’ dunia, sehingga pendapatnya dikenal dengan teori daerah Jantung. Barang siapa menguasai “daerah jantung” (Eropa Timur dan Rusia) maka ia akan menguasai pulau dunia (Eropa, Asia, dan Afrika)yang pada akhirnya akan menguasai dunia. Berdasarkan hal ini muncullah konsep Wawasan Benua atau konsep kekuatan di darat.
e.      Teori Geopolitik Alfred Tayer Mahan (1840-1914),mengembangkan lebih lanjut konsepsi geopolitik dengan memperhatikan perlunya memamfaatkan serta mempertahankan sumber daya laut termasuk akses ke laut. Sehingga, tidak hanya pembangunan armada laut saja yang diperlukan, namun lebih luas juga membangun kekuatan maritim.  Berdasarkan hal tersebut, muncul konsep Wawasa Bahari atau konsep kekuatan di laut. Barang siapa menguasai lautan akan menguasai kekayaan dunia.   
f.        Teori Geopolitik Guilio Douhet(1869-1930), William Mitche(1878-1939), Saversky dan JFC Fuller, mempunyai pendapat lain dibandingkan dengan para pendahulunya. Keduanya melihat kekuatan dirgantara lebih berperan dalam memenangkan peperangan melawan musuh. Untuk itu mereka berkesimpulan bahwa membangun armada atau angkatan udara lebih menguntungkan sebab angkatan udara memungkinkan beroperasi sendiri tanpa di Bantu oleh angkatan lainnya. Disamping itu, angkatan udara dapat menghancurkan musuh di kandang itu sendiri. Berdasarkan hal ini maka muncullah konsep Wawasan Dirgantara (konsep kekuatan di udara).
g.      Teori Geopolitik Nicholas J.Spijkman (1879-1936), terkenal dengan teori Daerah Batas. Dalam teorinya, ia membagi dunia dalam empat wilayah :
·        Pivot area, mencakup wilayah daerah jantung. 
·        Offshore continent land, mencakup wilayah pantai benua Eropa-Asia.
·        Oceanic Belt, mencakup wilayah pulau di luar Eropa-Asia, Afrika selatan
·        New World, mencakup wilayah Amerika.
Atas pembagian dunia menladi empat wilayah ini, Spijkman memandang diperlunya kekuatan kombinasi dari Angkatan-angkatan Perang untuk dapat menguasai wilayah-wilayah yang dimaksud. Pandangannya ini menghasilkan teori Garis Batas (Rimland) yang dinamakan Wawasan Kombinasi.


    B.   Paham  Geopolitik Bangsa Indonesia
          Paham geopolitik bangsa Indonesia terumuskan dalam konsepsi Wawasan Nusantara. Bagi bangsa Indonesia, geopolitik merupakan pandangan baru dalam mempertimbangkan faktor-faktor geografis wilayah Negara untuk mencapai tujuan nasionalnya. Untuk Indonesia, geopolitik adalah kebijakan dalam rangka mencapai tujuan nasional dengan memamfaatkan keuntungan letak geografis Negara berdasarkan pengetahuan ilmiah tentang kondisi geografis tersebut.
         Secara geografis, Indonesia memiliki ciri khas, yakni diapit dua samudra dan dua benua serta terletak dibawah orbit Geostationary Satellite Orbit (GSO). Dan Indonesia bisa bisa disebut sebagai Benua Maritim Indonesia. Wilayah Negara Indonesia tersebut dituangkan secara yuridis formal dalam Pasal 25A UUD 1945 Amandemen IV. Atas dasar itulah Indonesia mengembangkan paham geopolitik nasionalnya, yaitu Wawasan Nusantara. Dan secara historis, wilayah Indonesia sebelumnya adalah wilayah bekas jajahan Belanda yang dulunya disebut Hindia Belanda.
          Berdasarkan fakta geografis dan sejarah inilah, wilayah Indonesia beserta apa yang ada di dalamnya dipandang sebagai satu kesatuan. Pandangan atau Wawasan nasional Indonesia ini dinamakan Wawasan Nusantara. Wawasan Nusantara sebagai konsepsi geopolitik bangsa Indonesia.

2.3. PERWUJUDAN WAWASAN NUSANTARA
A.     Perumusan Wawasan Nusantara
           Konsepsi Wawasan Nusantara dituangkan dalam peraturan perundang-undangan, yaitu dalam ketetapan MPR mengenai GBHN. Secara berturut-turut ketentuan tersebut adalah :
  1. Tap MPR No. IV \ MPR \ 1973
  2. Tap MPR No. IV \ MPR \ 1978
  3. Tap MPR No. II \ MPR \ 1983
  4. Tap MPR No. II \ MPR \ 1988
  5. Tap MPR No. II \ MPR \ 1993
  6. Tap MPR No. II \ MPR \ 1998
            Dalam ketetapan tersebut dinyatakan bahwa Wawasan dalam penyelenggaraan pembangunan nasional dalam mencapai Tujuan Pembangunan Nasional adalah Wawasan Nusantara. Wawasan Nusantara adalah wawasan nasional yang bersumber dari pancasila dan UUD 1945.
            Hakikat dari wawasan nusantara adalah kesatuan bangsa dan keutuhan wilayah Indonesia. Cara pandang bangsa Indonesia tersebut mencakup :
  1. Perwujudan kepulauan Nusantara sebagai Satu Kesatuan Politik
  2. Perwujudan kepulauan Nusantara sebagai Satu Kesatuan Ekonomi
  3. Perwujudan kepulauan Nusantara sebagai Satu Kesatuan Sosial Budaya
  4. Perwujudan kepulauan Nusantara sebagai Satu Kesatuan Pertahanan Keamanan
            Masing-masing cakupan arti dari Perwujudan kepulauan Nusantara sebagai Satu Kesatuan Politik, Ekonomi, Sosial Budaya, Pertahanan Keamanan (POLEKSOSBUDHANKAM) tersebut  tercantum dalam GBHN.
               GBHN terakhir yang memuat rumusan mengenai Wawasan Nusantara adalah GBHN 1998 yaitu dalam Ketetapan MPR No. II \ MPR \ 1998. Pada GBHN 1999 sebagaimana tertuang dalam Ketetapan MPR No. IV \ MPR \ 1999 tidak lagi ditemukan rumusan mengenai Wawasan Nusantara.
            Pada masa sekarang ini, dengan tidak adanya lagi GBHN, rumusan Wawasan Nusantara menjadi tidak ada. Meski demikian sebagai konsepsi politik ketatanegaraan Republik Indonesia, wilayah Indonesia yang berciri nusantara kiranya tetap dipertahankan. Hal ini tertuang dalam Pasal 25A UUD 1945 Amandemen IV yang berbunyi “Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah Negara kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dangan Undang-Undang”. Undang-Undang yang mengatur hal ini adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia.

B.     Batas Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
  a). Wilayah Daratan
           Wilayah daratan adalah daerah dipermukaan bumi dalam batas-batas tertentu dan di dalam tanah di permukaan bumi.

 b). Wilayah Perairan
           Wilayah perairan Indonesia meliputi laut territorial, perairan kepulauan, dan peraran pendalaman.
      c).  Wilayah Udara
           Wilayah udara adalah wilayah yang berada di atas wilayah daratan dan lautan (perairan) negara itu. Seberapa jauh kedaulatan negara terhadap wilayah udara di atasnya, terdapat beberapa aliran, yaitu :
1)      Teori Udara Bebas
2)      Teori Negara Berdaulat di Udara

C.     Unsur Dasar Wawasan Nusantara
                Konsepsi Wawasan Nusantara mengandung tiga unsur dasar, yaitu :
a)      Wadah (Contour
b)      Isi (Content)
c)      Tata Laku (Conduct)

D.    Tujuan dan Mamfaat Wawasan Nusantara
a)      Tujuan Wawasan Nusantara
            Tujuan Wawasan Nusantara terdiri atas dua :
1.      Tujuan ke dalam, yaitu menjamin perwujudan persatuan kesatuan segenap        aspek kehidupan nasional, yaitu politik, ekonomi, social budaya, pertahanan keamanan.
2.      Tujuan ke luar, yaitu terjaminnya kepentingan nasional dalam dunia yang serba berubah, dan ikut serta dalam melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social serta mengembangkan suatu kerja sama dan saling menghormati.

b)      Mamfaat Wawasan Nusantara
Mamfaat Wawasan Nusantara adalah sebagai berikut :
1.      Diterima dan diakuinya konsepsi Nusantara di forum internasional.
2.      Pertambahan  luas wilayah teritorial Indonesia.
3.      Pertambahan  luas wilayah sebagai ruang hidup memberikan potensi sumber daya yang besar bagi peningkatan kesejahteraan rakyat.
4.      penerapan wawasan nusantara menghasilkan cara pandang tentang keutuhan wilayah nusantara yang perlu dipertahankan oleh bangsa Indonesia.
5.      Wawasan Nusantara menjadi salah satu sarana integrasi nasional.
  




BAB III
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
        Secara sederhana wawasan nusantara berarti cara pandang bangsa Indonesia terhadap diri dan lingkungannya. Kita memandang bangsa Indonesia dengan Nusantara merupakan satu kesatuan. Jadi, hakikat Wawasan Nusantara adalah keutuhan dan kesatuan wilayah nasional. Dengan kata lain, hakikat Wawasan  Nusantara adalah “persatuan bangsa dan kesatuan wilayah. Wawasan Nusantara berkedudukan sebagai visi bangsa. Wawasan nasional merupakan visi bangsa yang bersangkutan dalam menuju masa depan. Visi bangsa Indonesia sesuai dengan konsep Wawasan Nusantara adalah menjadi bangsa yang satu dengan wilayah  yang satu dan utuh pula. Kedudukan Wawasan Nusantara sebagai salah satu konsepsi ketatanegaran Republik Indonesia.          Berdasarkan fakta geografis dan sejarah, wilayah Indonesia beserta apa yang ada di dalamnya dipandang sebagai satu kesatuan. Pandangan atau Wawasan nasional Indonesia ini dinamakan Wawasan Nusantara. Wawasan Nusantara sebagai konsepsi geopolitik bangsa Indonesia.


3.2. SARAN
           Semoga dengan adanya makalah ini dapat bermanfaat terutama bagi penulis sendiri dan bagi pembaca lainnya serta menambah wawasan dalam bidang karya ilmiah.




DAFTAR PUSTAKA


Achmad Fauzi, Pancasila, Tinjauan Konteks Sejarah, Filsafat Ideologi Nasional dan Ketatanegaraan Republik Indonesia, Malang:PT. Danar Jaya Brawijaya University Press, 2003.

Adnan Buyung Nasution, Aspirasi Pemerintah Konstitusional di Indonesia, Jakarta:Grafitti, 1995.

AMALAN AGAR SELAMAT IMAN KETIKA SAKARATUL MAUT

🔔 FAEDAH🔔 فائدة عن سيدى عبد الوهاب الشعرانى نفعنا الله به أن من واظب على قراءة هذين البيتين فى كل يوم جمعة توفاه الله على الإسلام م...